Jumat, 22 Juni 2012

Pacaran Itu Asik ?

Ada banyak pembaca saya yang bilang kalau banyak tulisan saya yang serius-serius banget. Setelah lama tidak nge-post lagi, kali ini saya ingin membahas sebuah masalah secara santai. Di tulisan saya yang kali ini saya ingin membahas mengenai opini saya terhadap persoalan yang begitu melekat di semua diri manusia. Untuk remaja persoalan ini bahkan begitu mengatur keseharian mereka, sampai-sampai ada yang bunuh diri karenanya, asmara.

Masalah cinta-cintaan tampaknya menjadi sebuah bagian yang tak terpisahkan dengan kehidupan remaja dan juga dewasa. Usia SMP kita mulai mengenal apa itu pacaran dan semacamnya. SMA kita tumbuh sejalur dengan perkembangan mental dan hasrat kita. Usia kuliah romantisme itu semakin ada dan terus setelahnya. Tak perlu kita pungkiri, rasa cinta atau bahkan rasa sakit karena cinta adalah satu hal pokok pembentuk kehidupan kita.

Pernahkah anda pacaran? Atau mungkin sudah berapa kalikah anda berpacaran? Atau mungkin anda belum pernah berpacaran? Yang mana pun, itu semua adalah pilihan kita. Pilihan kita untuk menjalin sebuah hubungan yang disebut lebih dari sebuah pertemanan. Hubungan romantis antara lawan jenis. Namun terkadang banyak di antara kita yang tak menyadari bahwa itu juga adalah pilihan untuk diri kita direpotkan karenanya.

Direpotkan? Benarkah begitu? Baik si wanita atau si pria dalam sebuah hubungan pastilah, tanpa perlu diingkari, menjadi direpotkan oleh urusan atau permintaan dari si kekasih. Masalahnya disini adalah terkadang yang menjalin hubungan itu tidak mau direpotkan. Hanya untuk senang-senang, tak jarang sebuah hubungan pacaran dijalani.

Era globalisasi turut merancang gaya hidup seperti itu. Mempunyai pacar terkadang menjadi sebuah obsesi. Tak ada rasa yang harusnya ada. Bahanya adalah ketika rasa itu hanya ada pada satu arah saja, dimana hal itu yang sering memancing stress dalam diri. Anak muda yang labil emosinya menjadi tidak tahu bagaimana menjaga perasaan mereka. Gaya hidup berpacaran menjadi sebuah tekanan bagi sebagian orang.

Tak berhenti memikirkan sang pacar, dibuat kesal oleh pacar, emosi menjadi tak terkendali, dan juga yang sering disebut oleh kita sekarang ini, galau. Di luar banyak kepentingan lain yang perlu dikerjakan, kita sibuk memikirkan hal-hal mengenai perasaan itu. Ini juga bisa terjadi pada mereka yang bahkan belum berpacaran atau baru sebatas suka atau disebut gebetan.

Tapi apakah berpacaran hanya untuk senang-senang saja? Di luar hal-hal negatif yang sering dikatakan oleh orangtua tentang sebuah hubungan pacaran, berpacaran memiliki hal positif dalam perkembangan diri seseorang. Anda yang sedang atau pernah berpacaran pastilah lebih mengerti bagaimana caranya memberi perhatian bagi lawan jenis anda.

Seorang pria yang memiliki pacar bisa lebih mengerti tentang perempuan dibanding mereka yang sendiri atau jomblo. Mengapa? Keintiman yang terjalin secara tidak langsung memberikan kita pengajaran akan tingkah laku, sifat, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan lawan jenis kita. Rasa pengertian itu bisa menular ke perhatian kita ke saudara kita atau kerabat kita.

Jadi, pacaran itu tidaklah buruk. Yang buruk adalah ketika itu membuat kita menjadi pribadi yang buruk dengan berbagai sisi negatifnya. Orang bisa berubah karena berpacaran, juga terutama ketika mereka memutuskan hubungan dengan pacarnya. Tapi perubahan ini hanya untuk mereka yang memang menanam dan menjaga perasaan cintanya saat hubungan itu terjalin.

Banyak di antara mereka yang menjalin sebuah hubungan takut untuk putus. Tentu saja, kalau tidak berarti bisa dipastikan hubungan itu hanya main-main semata. Yang membuat saya bingung adalah ketika seseorang berpacaran tapi sudah memikirkan 'jika nanti putus..' Mereka menjalin hubungan yang mereka sudah ketahui akan mereka akhiri nantinya. Itu menjadi tidak adil ketika di sisi lain, pasangannya tidak memikirkan akan hal itu.

Apakah anda memikirkan bahwa pacar anda sekarang ini hanyalah bagian kecil dari kehidupan anda ataukah benar merupakan kado spesial dari Sang Pencipta untuk membuat hidup anda menjadi berwarna? Kalau anda berpikir yang pertama, maka anda secara tidak langsung membuang waktu pasangan anda secara percuma selama masa anda bersama. Dia yang memikirkan untuk keluar dari ruang hubungan anda, di sisi lain anda sudah tahu dimana pintu keluar itu berada.

Tak pernah ada perpindahan yang mudah. Tempat yang lama akan selalu menjadi pembanding. Seperti sebuah hubungan dimana jika kita putus dengan seseorang maka kita akan menjadikan orang itu sebagai acuan. 'Jangan sampai seperti itu lagi..' 'Semua cowo emang pasti begitu...' 'Kalau dia pasti sudah langsung...' 'Gak kayak eks gua, dia mah..' dan lain sebagainya adalah ekspresi yang akan keluar ketika kita terus saja membandingkan keadaan kita yang sekarang dengan saat kita bersama mantan kekasih kita.

Memang tidak mudah untuk melupakan. Tetapi terus menanti sesuatu yang anda tak tahu adalah membuang waktu. Kita juga harus tahu kapan harus berhenti.

Kalau anda mencari sebuah kecocokan, anda mencari sesuatu yang tak akan datang. Dalam tulisan saya 'Cocok Itu Dusta' http://fragmented-mind.blogspot.com/2011/11/cocok-itu-dusta.html telah saya katakan bahwa kecocokan itu adalah berasal dari diri kita sendiri. Itu adalah adaptasi dari kemauan dalam diri untuk menerima pasangan kita.

Pernah menonton film The Notebook? Ada sebuah dialog yang sangat berkesan untuk saya.

Noah   : Would you just stay with me? 
Allie    : Stay with you? What for? Look at us, we're already fightin' 
Noah   : Well that's what we do, we fight... You tell me when I am being an arrogant son of a bitch and I tell you when you are a pain in the ass. Which you are, 99% of the time. I'm not afraid to hurt your feelings. You have like a 2 second rebound rate, then you're back doing the next pain-in-the-ass thing. 
Allie    : So what? 
Noah   : So it's not gonna be easy. It's gonna be really hard. We're gonna have to work at this every day, but I want to do that because I want you. I want all of you, for ever, you and me, every day. Will you do something for me, please? Just picture your life for me? 30 years from now, 40 years from now? What's it look like? If it's with him, go. Go! I lost you once, I think I can do it again. If I thought that's what you really wanted. But don't you take the easy way out. 

Pertengkaran itu hal biasa dalam sebuah hubungan. Jangan jadikan sebuah pertengkaran sebagai alasan untuk menyelesaikan hubungan anda. Mengapa bisa ada kakek dan nenek yang bisa bertahan sampai dengan usia sepuh mereka? Karena mereka terus memperbaiki retakan yang ada dikala pertengkaran itu terjadi. Bukan mengambil bendera putih dan langsung menyerah tanpa adanya perjuangan untuk memperbaiki.

Tetapi lebih memilih sendiri juga sebuah pilihan. Banyak hal pula yang bisa dilakukan dengan seorang diri. Banyak yang mengatakan bahwa saat berpacaran kita kehilangan kebebasan. Menurut saya itu hanya pola pikir saja dan tergantung juga pada cara kita menjalin hubungan. Pacar itu bukanlah barang melainkan tetap seorang individu yang perlu ruang untuk diri sendiri.

Menjaga perasaan adalah hal yang palig penting dalam sebuah hubungan. Jalinlah hubungan yang berdasar pada sebuah perasaan. Orang yang disakiti secara tidak langsung akan belajar untuk menyakiti, tapi bisa juga sebaliknya tergantung kepribadian masing-masing orang. Karena itu tak perlulah anda memulai sesuatu yang nantinya akan mengakibatkan yang buruk untuk orang lain. Pacar itu ada untuk saling belajar melayani satu sama lain ke depannya. 

Saya adalah orang yang memilih untuk direpotkan oleh pacarnya. Tapi saya tetap senang menjalaninya karena saya tak memikirkan masalah adanya persimpangan dalam apa yang saya jalani. Bagaimanapun juga ini hanya opini saya.

Senin, 04 Juni 2012

Mi Casa E Su Casa

Apa itu rumah bagi anda? Pasti di dalam hati anda semua anda memendam arti sebuah rumah menurut anda masing-masing. Anda bisa melihatnya sebagai sebuah bangunan, bisa saja sebagai tempat anda tidur, sebagai tempat anda berlindung, sebagai tempat dimana keluarga anda ada, sebagai tempat anda tumbuh, sebagai tempat anda untuk kembali, dan masih banyak arti lainnya yang bisa saja berbeda satu dengan yang lain. 

Rumah bagi saya tidak sesempit sebuah bangunan baik kecil atau besar, tua atau masih baru, kumuh atau mewah, berlantai satu atau lebih, memiliki kamar atau tidak, milik pribadi ataupun menumpang. Rumah memiliki arti yang begitu luas dan tidak terbatas pada sebuah bangunan saja. Mereka yang ada di dalam bangunan kumuh atau mewah itulah yang merupakan rumah sebenarnya.

Bukan bangunanlah yang memberikan kita rasa aman sebenarnya dari sebuah rumah. Bukan kasur empuk atau tikar kasar yang membuat tidur kita begitu nyaman. Hal yang membuat kita aman, dapat tidur dengan nyenyak, dan memiliki dorongan untuk kembali, adalah mereka orang terdekat kita yang berada di dekat kita. Kita merasa bisa tidur dengan nyenyak karena ada mereka bersama kita. Merekalah rumah kita, tempat kita hidup dan tinggal. Zona teraman kita sebagai makhluk sosial.

Tapi apakah orang terdekat kita hanya terbatas mereka yang tinggal bersama kita sehari-hari, orangtua, kakak-adik, atau mungkin kakek dan nenek, sepupu, dan juga anak dan istri untuk mereka yang telah membina keluarga sendiri? Tentu tidak bukan? Kedekatan kita dengan orang di luar keluarga kita sendiri sering membuat keterikatan yang bahkan bisa menyamai keterikatan kita dengan keluarga kita sendiri. Untuk mereka yang belum menikah tentu saja keterikatan dengan kekasih masuk di antaranya. Di luar itu, ada yang kita sebut sahabat. 

Mengapa saya ingin terus menerus bertemu dengan pacar saya? Mengapa saya selalu merasa nyaman dan tenang ketika bersama dengannya? Saat kita bersama kekasih kita, jika kita memang mencintai dia, maka kita akan merasa bahwa ia adalah rumah kita. Hatinya adalah rumah bagi hati kita. Tempat dimana hati kita bisa tenang jika bersama di dekatnya. Sebuah rumah yang dibalut dengan rasa cinta akan membuat kita akan merasa bahwa dia adalah alasan kita untuk kembali bertemu dengannya.

Saya terbiasa menyebut sahabat-sahabat terdekat saya dengan sebutan keluarga. Selain karena memang saya begitu dekat dengan mereka, dengan memanggil mereka dengan sebutan itu saya merasa kedekatan itu semakin nyata. Anda bisa saja memiliki banyak sahabat atau bahkan hanya memiliki satu atau dua sahabat dekat saja. Namun berapapun jumlahnya, sahabat adalah tambahan kakak dan adik dalam hidup kita. Untuk mereka yang menjadi anak tunggal dalam keluarga pasti merasakan begitu berartinya seorang sahabat dalam hidup mereka. Keluarga bukan hanya terbatas pada hubungan darah semata.

Sahabat memiliki rasa sayang yang berbeda dengan pacar kita. Rasa sayang yang membuat kita nyaman berada di dekat mereka. Ada yang bilang bahwa sahabat lebih penting dari pacar. Menurut saya itu tidak salah juga. Seorang sahabat tidak butuh romantisme ataupun penampilan terapih kita. Mereka juga tidak butuh imbalan kita memberi apa. Bisa dikatakan kita menjadi diri kita ketika bersama di rumah kita yang satu ini, sahabat kita. Namun bagi saya, keluarga dan pasangan terbaik seharusnya adalah mereka yang bisa menjadi sahabat kita dalam hidup kita sehari-hari.

Seberapa cinta anda dengan almamater anda? Sekolah atau kampus tak jarang disebut sebagai rumah kedua. Disebut demikian salah satunya karena kita menghabiskan begitu banyak waktu hidup kita disana. Sama layaknya dengan tempat tinggal kita, di tempat itu ada juga orang-orang yang kita sayangi, ada tempat-tempat favorit kita untuk duduk bersantai, ada suasana nyaman yang membuat kita ingin selalu kembali ke tempat itu. Namun ini tidak berlaku untuk semua orang. Ada yang tidak menganggap sekolahnya adalah sebuah sesuatu yang penting dalam hidupnya. Bahkan ada yang benci akan almamaternya atau menghina-hina almamater sendiri. 

Hubungan kita dengan bangunan-bangunan yang kita sayangi berhubungan dengan orang-orang yang ada di dalamnya. Ketika orang-orang itu membuat kita merasa berada di rumah, maka kita merasa diterima dan bisa memasuki wilayah tempat itu layaknya kita memasuki rumah pribadi kita.

Ada orang yang telah lama tinggal di luar negeri, namun pada akhirnya memilih untuk kembali ke Indonesia. Mengapa? Salah satu alasan yang seorang teman katakan adalah karena ia merasa disinilah, di Indonesia, ia merasa berada di rumah sebenarnya. Dekat dengan sahabat-sahabat, berinteraksi dengan sesama orang Indonesia, sesuatu yang membuat hidupnya lebih nyaman. Sejauh apapun kita pergi, rasa rindu akan rumah akan selalu melekat di hati kita. Begitu juga ketika bagian dari rumah kita pergi, maka kita akan merindukannya.

Kita sebagai pribadi juga harus menjadi rumah yang baik bagi orang terdekat kita. Jangan hanya mengharapkan orang lain menerima anda sedangkan anda selalu menutup pintu anda ketika mereka membutuhkan tempat untuk kembali. Jangan rumah anda sebagai rumah mereka juga, sama ketika mereka menyediakan rumahnya untuk anda.

Sudahkah anda merasa berada di rumah yang sebenarnya? Bagaimanapun juga ini hanya opini saya.