Minggu, 24 Maret 2013

PULANGKAN DIA


Tetesan air mulai mengalir. Jatuh halus membasahi sedikit demi sedikit celana yang sudah lusuh. Berulang-ulang kali tangan kanannya digunakan sebagai pengganti sapu tangan untuk menyeka pipinya. Lendir yang sudah mengental berulang kali disedotnya kembali. Jarum panjang dan pendek pada jam masih saling berlarian menuju angka 8. Televisi tua dipaksa untuk melek di pagi itu. Pagi yang terasa sepi namun begitu riuh di dalam hati.

Wanita Tua dengan hati-hati mengambil remote TV tuanya dan menaikkan volume suara TV tersebut. Disampingnya Anak Bocah dengan kaos yang sudah tak berlengan , yang tampak entah kapan dengan sengaja merobek lengan bajunya itu, duduk termangu menemai Wanita Tua itu. Tombol volume berulang kali ditekan. TV tua itu dipaksa untuk berteriak lebih keras.

Jumat, 15 Maret 2013

TOLERANSI MINIMALIS


Perpektif yang seringkali digunakan dalam melihat keberagaman adalah sudut pandang dari diri sendiri atau golongan sendiri. Seorang Islam melihat masalah dari sudut pandang ajaran agamanya, begitu juga dengan orang Kristen yang akan melihat dari sudut pandangnya pula. Sehingga konsep agama menjadi kabur. Kabur disini berdasar pada agama mana sebenarnya yang dimaksud? Ajaran agama Islam kah? Agama Kristen kah? Budha kah? Atau nilai universal dari agama itu sendiri? Konsep ini yang seringkali menjadi pemicu perbedaan persepsi. Ketika nilai universal agama yang dikedepankan maka sepatutnya konflik horizontal yang disebabkan agama tidaklah menjadi persoalan.

Dalam hal ini mari kita lihat dari bagaimana kita memandang sebuah keberagaman dari sudut pandang universal, tidak lagi dari sudut pandang salah satu agama saja. Penanaman unsur agama tidaklah harus dilakukan dari pendekatan satu agama saja. Malahan lebih baik digunakan dalam lingkup yang bisa diterima seluruh anggota kelompok. Agama tak perlu dipungkiri merupakan salah satu landasan utama dalam bertindak dan mengatur pola dalam masyarakat. Dan masing-masing agama memiliki cara masing-masing yang juga berbeda mengingat agama juga merupakan produk kebudayaan. Sehingga bisa dibilang jika kita menggunakan salah satu agama saja di tengah kehidupan yang plural sebagai pedoman maka yang terjadi adalah diskriminasi yang sering dikaburkan.