Selasa, 07 Februari 2012

Membersihkan Sisa Orang Lain

Apa yang terpikir oleh anda ketika melihat seorang pelayan di sebuah restoran membersihkan meja makan yang kotor atau mengepel lantai yang kotor tepat di depan mata anda. Mungkin tidak sedikit di antara anda yang merasa iba dan merasa pekerjaan seperti mereka itu sangat rendah dan dipandang sebelah mata. Saya juga termasuk yang pernah dan tak sekali juga merasa kasihan pada mereka yang membersihkan nampan dan lantai di depan saya yang dengan asik makan di depan matanya. 

Ada pengalaman yang ingin saya bagikan kepada anda tentang pengalaman saya bekerja di sebuah restoran siap saji di daerah pusat Jakarta. Sebuah pengalaman yang sedikit banyak membuka pandangan saya tentang nilai sebuah pekerjaan.

Saat saya melamar di restoran siap saji itu saya berpikir untuk menjadi bagian yang memasak makanan saja. Itu karena saya senang memasak dari kecil. Bahkan saat masih kecil, di saat anak laki-laki sebaya saya senang main mobil-mobilan, saya lebih senang main masak-masakan. Mungkin orangtua saya khawatir saya akan salah arus saat dewasa karna saya malah lebih suka permainan yang mereka lihat lebih cocok untuk maianan anak perempuan. Selain itu saya merasa pekerjaan memasak itu seru dan keren dibanding pekerjaan lain di restoran itu.

Ternyata kenyataan yang saya dapat di restoran itu tidak seperti yang saya pikirkan. Saya berpikir bahwa nanti akan ada pembagian kerja yang jelas sesuai kemahiran para pekerja. Dan ternyata tidak demikian. Saya diajari semua ketrampilan yang diperlukan untuk menjalankan restoran tersebut. Semuanya termasuk menyiapkan bahan-bahan masakan, memasaknya, mencuci peralatan, sampai pada mengepel atau membersihkan meja di area makan. Dan tugas setiap karyawan di rotasi setiap harinya.

Saya sedikit kaget karna tak terpikir harus menjadi tukang bersih-bersih juga di restoran itu. Namun tetap saya jalankan semua pelatihan dengan seksama. Ketelitian yang sangat tinggi diperlukan untuk bekerja di restoran siap saji seperti itu. Bahkan banyak sekali peraturan dan standar yang harus diafalkan oleh semua pekerja disana. Tidak hanya karyawan yang bekerja full time, namun saya yang hanya menjadi part timer juga harus mengetahui keseluruhannya.

Bagian pekerjaan yang paling membuat saya tegang bukanlah saat saya ditugaskan untuk memasak makanan. Melainkan saat saya harus menjaga di area makan. Kenapa? Tentu saja karena ada rasa malu di dalam diri saya jika nanti saya bertemu dengan orang yang saya kenal, bahkan dengan orang yang tidak saya kenalpun saya akan malu. Topi dan seragam yang saya kenakan tampaknya tidak cukup untuk menyamarkan diri saya. Setiap menit saya menjaga area itu terasa sangat lama karena rasa khawatir saya itu.

Rasa takut dilihat orang lain itu timbul karena pendangan saya yang telah tertanam di dalam diri saya saat saya kasihan melihat pelayan restoran yang bekerja seperti saya sekarang. Dari yang dulu saya kasihan melihat seorang pelayan membersihkan sisa-sisa makanan yang tercecer di bawah lantai atau meja, sekarang itu yang harus saya lakukan. Dari yang biasanya saya melihat orang dan merasa kasihan, sekarang sayalah yang dilihat dan mungkin saja diberi rasa kasihan.

Awal-awalnya saya selalu menundukan kepala dalam-dalam ketika akan membersihkan meja, lantai, ataupun saat sedang mengepel. Malu. Ya, sehebat apapun saya berusaha menutupinya, rasa malu menjadi orang yang mengepel di restoran tetap saja timbul. Kalau saat saya bertugas di dapur saya dengan santai melakukan pekerjaan itu. Mungkin karena tak ada yang bisa melihat saya. Berbeda ketika saya harus menjaga area makan. Semua pengunjung bisa menatap saya dan memperhatikan segala tingkah laku saya. 

Satu hal lain yang saya pelajari adalah tentang menghargai makanan. Dengan bertugas membersihkan meja makan, saya secara otomatis akan melihat sisa-sisa makanan yang ditinggalkan mereka yang telah selesai makan. tak jarang hanya secuil potongan makanan yang dihabiskan dan seteguk minuman yang dihabiskan. Alhasil, tumpukan makanan paket yang hampir tak berubah bentuknya tersisa begitu saja. Dan yang berat adalah, saya harus membuangnya.

Sungguh pengalaman yang tak akan saya lupakan. Bekerja dengan pekerjaan yang dianggap remeh oleh orang banyak. Namun ada yang saya ingin bagikan kepada anda para pembaca. Mungkin anda berpikir bahwa pekerjaan demikian adalah sungguh kasihan. Menurut saya tidak demikian.

Kalau dilihat dari segi gaji, tempat saya bekerja tidaklah berbeda dengan gaji rata-rata yang didapat karyawan kantoran. Bahkan sama-sama saja standarnya. Lalu apa bedanya? Tentu saja pekerjaannya dan gengsinya. Menjadi karyawan kantor bagi kebanyakan orang lebih terpandang dibanding bekerja di restoran atau sejenisnya. Namun kalau penghasilan? Bisa saja sama-sama saja. Jenjangnya? Sama-sama ada tingkatannya.
Ketika kerabat anda berkata "Cari kerja tuh susah" ketahuilah, itu kata-kata pemalas yang akan selalu kalah.

Mengapa? Karena mencari pekerjaan itu tidaklah susah. Ada ratusan jenis pekerjaan diluar sana yang bisa dicari untuk mencari uang. Lapanngan kerja terbuka lebar dimana-mana. Masalahnya adalah apakah kita sudah berniat dan benar-benar mencarinya. Masalahnya disini bukanlah tentang uangnya, tapi tempat bekerjanya. Orang memilih apa pekerjaan yang ingin diambilnya. Yang membedakan adalah jenis pekerjaan seperti apa yang ingin diambil dan dijalankan. Anda mau pekerjaan yang santai saja, yang butuh tenaga saja, yang menguras otak, atau apa saja semua tinggal pilihan anda. Karena ujung-ujungnya, uang adalah tujuan utama.

Dari pengalaman saya bekerja di restoran itu saya belajar dan mengalami pekerjaan yang membutuhkan lebih kepada tenaga. Dan tantangan terbesar untuk anak muda seperti saya, menyingkirkan rasa malu. Berbeda dengan pekerjaan saya sekarang yang lebih kepada otak yang selalu harus memandang ke arah komputer. Semua berbeda dan tinggal kita memilih mana yang ingin kita lakukan dan mana yang akan dengan enjoy kita lakukan.

Saat ibumu berkata "Cari duit tuh susah" percayalah, tak ada dusta sedikitpun di dalamnya. Ini saya tujukan pada anda semua anak-anak muda yang merasa hidup anda begitu nyaman dan tak ada masalah sama sekali.
Mencari uang untuk anda sehari-hari orangtua anda perlu menguras tenaga dan waktu. Tak jarang mereka harus bermandi keringat hanya untuk jutaan, ratusan ribu, atau bahkan puluhan belasan ribu rupiah yang bisa mereka dapatkan.

Di usia saya ini saya mendapatkan kesempatan untuk mengecap rasa lelah itu. Saya ingin mengajak anda semua mengahargai pekerjaan orangtua anda. Serendah apapun pekerjaan orangtua anda di depan orang banyak ataupun di pikiran anda sendiri, ketahuilah bahwa pekerjaan itu mulia adanya. Uang yang didapat itu tidaklah semudah memintanya untuk ongkos anda pergi jalan-jalan bersama teman-teman, atau untuk belanja dan hura-hura. 
Ya, merasakan membersihkan sisa-sisa makanan bekas orang lain, dipanggil "Mas" untuk dimintai tolong mengambil atau membersihkan sesuatu, atau pekerjaan apapun yang dipandang rendah bisa membuat kita lebih merunduk dan melihat ke bawah. Ke bagian yang terbiasa tidak kita lihat karena selalu mencondongkan kepala ke atas. Tapi saya tidak menyuruh anda untuk mencoba pekerjaan seperti itu juga, karna bagaimanapun juga ini hanya opini saya.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar