Minggu, 13 Oktober 2013

DASI YANG MEMBUAT KAKU


            Sebuah perbincangan unik terjadi belum lama ini. Aktornya adalah penulis dan sahabat-sahabat yang salah seorang di antaranya baru saja lulus dari universitas. Ia menjadi salah satu teman penulis yang paling cepat mendapatkan gelar S1. Perbincangan sore itu berawal dari pertanyaan akan bekerja dimanakah sahabat itu nantinya setelah wisuda.

                Seperti obrolan anak muda lainnya, kata-kata yang keluar sebagian besar adalah guyonan. Namun obrolan itu menjadi menarik ketika salah seorang di antara sahabat itu menyebut pekerjaan dengan gaji yang cukup tinggi. Pekerjaan itu tak lain adalah jurumudi bus Transjakarta. Pekerjaan yang mungkin sering ditemui oleh orang-orang Jakarta di kesehariannya, khususnya yang menggunakan jasa transportasi model ini.

Selasa, 13 Agustus 2013

SULTAN BERTANYA

Kisah sejarah layaknya kepingan puzzle yang perlu untuk dirangkai satu persatu untuk menjadi sebuah gambaran indah yang sambung menyambung. Dalam mengaitkannya satu-persatu akan sering terjadi salah pasang karena konsepsi yang keliru. Panorama maupun tokoh yang ingin digambarkan menjadi seringkali buruk rupanya karena rangkaian yang salah, ataupun bolong dengan pecahan yang tak terpasang atau hilang. Tugas kitalah para pewaris sejarah untuk menyusun kepingan-kepingan tersebut dan belajar darinya.

                Tak cukup hanya mendengar dari dalam kelas selama waktu wajib belajar saja. Tak cukup hanya mendengar dari cerita tidur para orangtua. Tak cukup pula mendengar cerita yang hanya berhenti pada subjudulnya semata. Kita punya banyak waktu untuk menggali sejarah itu. Kita sudah punya banyak cangkul dan sekop untuk menggali itu semua. Buku bisa membawa kita jauh ke bawah tanah, sejarah yang telah tertimbun oleh zaman.

Senin, 08 Juli 2013

DEMO DULU, SENANG-SENANG KEMUDIAN

Sebuah Cerpen

H
iduplah Si Lelaki, pria dewasa yang merupakan pecinta burung. Sudah sejak dua tahun lalu ia memelihara Si Jantan. Bulu Si Jantan berwarna biru terang. Tubuhnya mungil dengan paruh berwarna kekuningan menjulur kecil di wajahnya. Suaranya nyaring ketika bernyanyi menimpali siulan dari lelaki pemiliknya. Si Lelaki hidup seorang diri. Hanya Si Jantan yang menemani hari-harinya yang berlimpah harta.

      Lelaki dewasa itu baru saja pindah ke rumah baru yang cukup luas. Bangunan rumah itu berlantai dua. Di belakang bangunan rumah terhampar halaman yang cukup luas. Halaman itu masih sangat hijau dengan rumput-rumput tinggi karena tidak terawat. Tanaman-tanaman liar juga tumbuh di sekitar halaman itu. Di tengah halaman itu terdapat sebuah pohon yang berdiri tinggi dengan daun yang cukup lebat. Kurang lebih 3 meter tinggi pohon itu. Posisi pohon itu cukup mencolok di tengah halaman itu.

Sabtu, 18 Mei 2013

YANG MUDA YANG BERPOLITIK


Politik adalah hiburan baru dalam beberapa tahun belakangan. Politikus tak ubahnya menjadi artis di layar kaca. Para pengamat pun mendapat ‘jatah’ tampil lebih banyak di acara-acara televisi. Setiap pembicaraan politik menjadi sedemikian menariknya untuk diulas. Entah dengan data dan diulas di dalam sebuah wadah yang besar seperti sebuah seminar atau diskusi, sampai pada perbincangan warung kopi. Perbincangan seputar politik menjadi sebuah bahan pembicaraan yang populer dan anak muda pun turut serta untuk memperbicangkannya.

Selasa, 07 Mei 2013

MENYONTEK BUKAN KEWAJARAN


Permasalahan Ujian Nasional (UN) seperti sebuah dongeng yang akan terus diceritakan di setiap tahunnya. Pergantian kepemimpinan di atas tak kunjung memberikan solusi maupun perubahan terhadap permasalahan UN. Orang-orang bertanya apakah UN itu masih diperlukan untuk menguji kompetensi anak-anak Indonesia atau persamaan standar kompetensi dari seluruh pelajar di Indonesia ataukah memang sudah saatnya UN di Indonesia ditiadakan. Namun sebelum kita sampai pada menjawab pertanyaan itu saya ingin mengajak Anda untuk mengintip sedikit budaya menyontek yang ternyata paralel terhadap boroknya pelaksanaan UN di Indonesia.

             Menyontek adalah salah satu perbuatan mencuri yang dilakukan oleh manusia. Namun yang dicuri bukanlah barang riil melainkan sebuah pemikiran yang dalam konteks pendidikan telah dituangkan ke dalam jawaban-jawaban. Menyontek adalah jalan tol untuk mendapatkan nilai yang baik atau mungkin setidaknya bisa lolos dari standar nilai yang diperlukan untuk lulus. Dari sisi ini bisa dikatakan bahwa orang yang menyontek cenderung mengedepankan hasil yang dicapainya nanti dibanding proses dirinya belajar dan mencari ilmu dari materi pelajaran yang dihadapinya.

Minggu, 21 April 2013

SEPULUH METER


Sebuah Cerpen

T
ak ada kata yang terucap. Nafas tak berhenti terengap-engap. Mata terus menjurus searah. Jemari mulai bergetar sesekali. Otot leher menjadi kaku karenanya. Hanya 10 meter jaraknya. Sebuah teriakan kecil tampaknya cukup untuk memalingkan dirinya. Aku duduk disini, di sofa tak jauh darinya.

                Pundaknya lebar. Begitu jelas bagian punggung terpampang di depan mataku. Putih, halus. Bisa dibilang terawat, mungkin juga tidak. Mungkin saja itu adalah karunia alam yang entah kenapa memilihnya memiliki punggung seindah dirinya. Hanya bagian belakangnya saja. Entah kenapa seperti sudah lama kukenali keindahannya. Seperti sudah dekat kehalusannya. Jemari ini mulai bertanya satu sama lain, siapakah dia?

Senin, 08 April 2013

SENIORITAS MENYENANGKAN ?


Mana yang lebih menyenangkan, menjadi seorang junior atau seorang senior? Ketika anda dalam posisi junior mungkin mimpi terdekat yang ingin anda capai adalah menjadi seorang senior agar bisa merasakan memperlakukan junior seperti yang anda rasakan saat menjadi junior. Namun tak jarang seorang senior akan berkata bahwa masa menjadi seorang junior adalah masa yang menyenangkan yang tak jarang ingin sekali untuk diulang. Senioritas itu tidak hanya terjadi dalam lingkup sekolah atau kuliah, namun juga dalam lingkungan pekerjaan seperti di kantor dan berbagai tempat kita bersosialisasi lainnya.

Minggu, 24 Maret 2013

PULANGKAN DIA


Tetesan air mulai mengalir. Jatuh halus membasahi sedikit demi sedikit celana yang sudah lusuh. Berulang-ulang kali tangan kanannya digunakan sebagai pengganti sapu tangan untuk menyeka pipinya. Lendir yang sudah mengental berulang kali disedotnya kembali. Jarum panjang dan pendek pada jam masih saling berlarian menuju angka 8. Televisi tua dipaksa untuk melek di pagi itu. Pagi yang terasa sepi namun begitu riuh di dalam hati.

Wanita Tua dengan hati-hati mengambil remote TV tuanya dan menaikkan volume suara TV tersebut. Disampingnya Anak Bocah dengan kaos yang sudah tak berlengan , yang tampak entah kapan dengan sengaja merobek lengan bajunya itu, duduk termangu menemai Wanita Tua itu. Tombol volume berulang kali ditekan. TV tua itu dipaksa untuk berteriak lebih keras.

Jumat, 15 Maret 2013

TOLERANSI MINIMALIS


Perpektif yang seringkali digunakan dalam melihat keberagaman adalah sudut pandang dari diri sendiri atau golongan sendiri. Seorang Islam melihat masalah dari sudut pandang ajaran agamanya, begitu juga dengan orang Kristen yang akan melihat dari sudut pandangnya pula. Sehingga konsep agama menjadi kabur. Kabur disini berdasar pada agama mana sebenarnya yang dimaksud? Ajaran agama Islam kah? Agama Kristen kah? Budha kah? Atau nilai universal dari agama itu sendiri? Konsep ini yang seringkali menjadi pemicu perbedaan persepsi. Ketika nilai universal agama yang dikedepankan maka sepatutnya konflik horizontal yang disebabkan agama tidaklah menjadi persoalan.

Dalam hal ini mari kita lihat dari bagaimana kita memandang sebuah keberagaman dari sudut pandang universal, tidak lagi dari sudut pandang salah satu agama saja. Penanaman unsur agama tidaklah harus dilakukan dari pendekatan satu agama saja. Malahan lebih baik digunakan dalam lingkup yang bisa diterima seluruh anggota kelompok. Agama tak perlu dipungkiri merupakan salah satu landasan utama dalam bertindak dan mengatur pola dalam masyarakat. Dan masing-masing agama memiliki cara masing-masing yang juga berbeda mengingat agama juga merupakan produk kebudayaan. Sehingga bisa dibilang jika kita menggunakan salah satu agama saja di tengah kehidupan yang plural sebagai pedoman maka yang terjadi adalah diskriminasi yang sering dikaburkan.

Kamis, 21 Februari 2013

JANGAN KAU TANYA


Sebuah Cerpen
M

asih terasa sentuhan itu. Yang lembut membawa sejuta kasih nan berirama. Masih tercium wewangian itu di kain lapuk ini. Yang pudar dibawa ke jalan-jalan yang ditapaki. Tangan ini masih bertanya mana yang ingin digenggamnya. Sebuah kelembutan yang menenangkan sukma, atau kasarnya kayu panjang yang terus bernoda kata mereka.

Bernoda? Tidak-tidak. Tidak serendah itu! Aku tidak terima mereka menertawakan sahabatku ini yang selalu dengan setia kuangkat tinggi-tinggi ketika jeritan dan tangisan memanggil langkahku kembali ke aspal ini. Jangan kau samakan tongkat ini seperti para menteri korup yang hanya bisa menjadi tongkat lapuk tanpa pantas diikatkan bendera Merah Putih di batang jiwanya. Ini bukan sekedar tongkat. Bukan kayu yang mudah lapuk seperti semangat mereka yang putus asa akan perubahan pada pemikiran kolot wakil rakyat. Di kayu ini sebuah panji kebanggaan selalu kuikatkan kencang-kencang. Bendera, lambang, panji, apa pun kau menyebutnya, selalu dengan riang mengepak-ngepakkan sayapnya di udara seraya aku dengan mantab menggunakan otot-otot tak terlatihku untuk mengangat tongkat sahabatku.

Sabtu, 16 Februari 2013

Timang-timang Partai dan Dapur Yang Rusak

Masih segar di ingatan saya saat kita ingin menyongsong tahun 2013 presiden SBY menjanjikan para menteri tetap profesional dalam pekerjaan masing-masing di sisa masa jabatan mereka sampai 2014. Begitu mantab diucapkan bahwa para menteri dan jajarannya dihimbau untuk tetap fokus dalam pekerjaan mengatur negara dan tidak terpengaruh dalam persiapan masing-masing partai meyongsong persiapan Pemilu tahun 2014. Namun tampaknya yang diharuskan untuk tetap fokus pada pekerjaan mengatur negara hanyalah menterinya saja. Presiden?

Minggu, 27 Januari 2013

SAMPAH DAN SOLUSINYA: DARI TEMPATNYA SAMPAI TUKANGNYA

Sudah seminggu lewat sejak bencana banjir tahun ini datang melanda Jakarta. Bencana kali ini sangat terasa karena intensitas banjir ini dibanding-bandingkan dengan banjir serupa pada tahun 2007 silam. Landmark Jakarta yakni bundaran Hotel Indonesia dibuat terendam tak berdaya oleh air banjir yang dengan leluasa mematikan akses-akses jalan ibukota. Sekali lagi rakyat diajak untuk berhenti sejenak melihat rumah-rumah terendam, anak-anak berenang riang di air cokelat, BNPB sibuk mengkoordinir bantuan maupun evakuasi, LSM dan partai ramai turun ke jalan, dan reporter-reporter menyelam ke banjir untuk mendapat gambar terbaik di tengah air yang merendam daerah-daerah ibu kota.

Banyak golongan yang tidak terlalu menyalahkan pemerintah untuk banjir. Tentu saja Jokowi masih aman karena ia baru saja menjadi gubernur. Ironisnya di saat ia langsung ngebut untuk menjadikan kebijakan-kebijakan dalam menanggulangi banjir secara cepat seperti yang selalu ia katakan, yang penting cepat,  banjir menyapa Jakarta lebih dahulu dan Jokowi harus pasrah mendapatkan 'bencana' pertamanya. Banjir kanal Timur dan Barat yang digadang-gadang pemerintahan sebelumnya bisa membebaskan Jakarta dari banjir ternyata tidak terbukti. Ada juga masyarakat yang menyadari bahwa banjir adalah masalah dan tanggungjawab semua elemen masyarakat sebagai anggota dari kota Jakarta. Tidak adanya perhatian masyarakat terhadap keadaan sungai maupun daerah resapan yang semakin minim di tengah kota Jakarta tak bisa dilepaskan dari faktor penunjang banjir yang parah terjadi di Jakarta. Baik masyarakat biasa sampai pengusaha sama-sama tidak peduli dan hanya sama-sama 'pasrah' saat banjir datang.

Sabtu, 05 Januari 2013

MENGGUSUR BUKAN SOLUSI


Tuli adalah sebutan untuk mereka yang tak bisa mendengar. Kejam adalah sebutan untuk mereka yang membiarkan atau bahkan membuat sesamanya sangat menderita. Dan marah adalah ketika seseorang mendapati dirinya diperlakukan tidak adil atau di luar batas toleransinya. Itulah yang ada dalam setiap penggusuran yang dilakukan di tengah masyarakat kita, tak terkecuali yang dilakukan PT. KAI di peron-peron stasiun kereta api di Jabodetabek.

Saat ini sudah ada beberapa stasiun yang bersih dari kios-kios karena adanya penggusuran. Penggusuran yang dilakukan untuk pelebaran peron kereta api. Dan di tengah penggusuran tersebut ada pihak ketiga yang berdiri tegak untuk membela para pedagang. Pemerintah? Tentu bukan. Aparat keamanan? Senjata mereka bukan untuk membela para pedagang. Mahasiswa? Ya, hanya anak-anak muda yang masih mengerti esensi moral yang harus ditegakkan dan mau membela mereka yang patut untuk dibela.

Kamis, 03 Januari 2013

MORAL YANG DIRINDUKAN

Rentetan ledakan di langit tinggi telah disemarakkan. Riuh teriakan wajah-wajah tua-muda memekakkan telinga. Begitu juga harapan seorang warga negara digantungkan di atas kegelapan hujan. Tahun yang baru telah bersama-sama kita masuki. 2012 telah kita lewati bersamaan dengan tenggelamnya kiamat yang hanya menjadi kontroversi. Namun tidak dengan perjuangan negara ini untuk menuju kemajuan. Awal tahun kembali menjadi saat kita kembali membangun opimisme bersama.

2013 dikatakan akan menjadi tahun yang penuh dengan aktivitas perpolitikan. Partai politik dan para politikus akan ramai-ramai berlomba memikat warga masyarakat yang bahkan tak tahu kepentingan lain selain mencari uang untuk membeli seonggok beras. Persiapan akan banyak dilakukan oleh para penggiat politik untuk menyambut pesta demokrasi akbar, Pemilu 2014. Sosok pemimpin baru akan coba diperkenalkan dengan lebih intensif dan di sisi lain akan juga dimimpikan oleh sejuta umat di negeri ini.