Kamis, 03 Januari 2013

MORAL YANG DIRINDUKAN

Rentetan ledakan di langit tinggi telah disemarakkan. Riuh teriakan wajah-wajah tua-muda memekakkan telinga. Begitu juga harapan seorang warga negara digantungkan di atas kegelapan hujan. Tahun yang baru telah bersama-sama kita masuki. 2012 telah kita lewati bersamaan dengan tenggelamnya kiamat yang hanya menjadi kontroversi. Namun tidak dengan perjuangan negara ini untuk menuju kemajuan. Awal tahun kembali menjadi saat kita kembali membangun opimisme bersama.

2013 dikatakan akan menjadi tahun yang penuh dengan aktivitas perpolitikan. Partai politik dan para politikus akan ramai-ramai berlomba memikat warga masyarakat yang bahkan tak tahu kepentingan lain selain mencari uang untuk membeli seonggok beras. Persiapan akan banyak dilakukan oleh para penggiat politik untuk menyambut pesta demokrasi akbar, Pemilu 2014. Sosok pemimpin baru akan coba diperkenalkan dengan lebih intensif dan di sisi lain akan juga dimimpikan oleh sejuta umat di negeri ini.


Para anggota kabinet yang menjadi anggota partai akan menjadi sorotan dalam kinerja mereka di tahun ini. Terdapat 17 anggota kabinet yang berasal dari parpol dan ada tiga dari antaranya yang merupakan ketua parpol (Kompas, 3/01/2012). Sah-sah saja jika banyak pengamat yang pesimistis dengan kinerja para menteri dalam kabinet di tahun ini. Mereka akan kesulitan untuk mengatur kepentingan mereka sebagai pembantu presiden dengan tugas mereka untuk mempersiapkan partai dalam menyongsong pemilu. Selain itu konflik bisa saja terjadi di dalam keutuhan kabinet itu. 

Situasi politik juga akan menjadi panas karena kasus korupsi-korupsi besar juga belum bisa kita tinggalkan. Tahun 2013 akan menjadi lanjutan dalam rangkaian cerita pemberantasan korupsi yang sudah banyak diupayakan untuk dibongkar di tahun 2012. Kasus-kasus tersebut juga bisa menjadi alat untuk melihat siapakah yang bisa dipercaya oleh masyarakat untuk ke depannya dalam pemilu. Partai politik akan gencar menyelamatkan nama baik mereka dan dengan hati-hati membuang nama yang tidak lagi menguntungkan dalam pemilihan dan menarik siapa saja yang masih mendapat simpati dari rakyat. 

Kemudian muncul pertanyaan, pemimpin seperti apa yang akan ada dalam pemilu 2014? Atau mungkin, pemimpin seperti apa yang kita inginkan ada dalam pemilu tersebut? Setiap dari kita punya alternatif jawaban masing-masing. Begitu juga dengan parpol yang punya persepsinya sendiri.

Mereka yang pesimistis terhadap pemberitaan politik di negara ini akan cenderung tidak lagi mempercayai siapa pun yang akan maju dalam pemilu bisa memperbaiki negara ini. Apalagi jika partai politik masih saja menggadang-gadang calon yang sebelumnya telah memiliki catatan buruk atau bahkan pernah terlibat dalam kasus korupsi bahkan yang pernah terhukum pidana. Bagaimana bisa seseorang dipilih menjadi pemimpin jika secara moral saja ia tidak lulus? Jika itu masih dilakukan sama saja dengan memberi racun kepada orang yang memang telah sakit. 

Masyarakat kita menempatkan moral diposisi yang tertinggi dalam menilai seorang pemimpin. Moral adalah hal paling utama yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin jika ingin dipilih atau mempertahankan tampuk kekuasaan. Minimal pemimpin tersebut tidak cacat moral dalam menjalankan kepemimpinannya. Ketika ia sudah melakukan sebuah kesalahan yang menyalahi moral yang ada maka ia tidak lagi mendapat legitimasi dari masyarakat.

Bisa kita lihat dari kasus Bupati Garut Aceng Fikri. Disini nilai moral menjadi sorotan utama yang menjadi bahan pembicaraan. Mungkin menurut beliau ia telah melakukan semuanya sesuai prosedur yang berlaku. Atau mungkin telah meminta maaf namun tidak terima dengan hukuman yang diterimanya. Dan berbagai macam pembelaan yang dilakukannya. Tetapi di luar ia telah melanggar sumpahnya dengan ia menikah siri yang terdapat dalam Undang-Undang, atau di luar kasus pelanggaran lainnya yang muncul kemudian,  masyarakat lebih melihat ini dari segi moral yang telah ia salahi. Seorang pemimpin sudah seharusnya memberikan contoh yang baik kepada rakyatnya dan tidak boleh melakukan sebuah tindakan yang dirasa merusak moral. Dalam hal ini tindakan Aceng Fikri dirasa telah menyalahi moral dan masyarakat, khususnya warga Garut, sangat mengecamnya bahkan beraksi untuk menurunkannya dari jabatannya. 

Bisa juga dilihat dalam Pemilukada DKI Jakarta tahun lalu. Dalam masa kampanye ada beberapa isu rasisme  dan agama yang muncul ke permukaan yang dibawa oleh kubu Foke-Nara. Dengan munculnya isu tersebut maka banyak masyarakat yang menjadi tidak simpati kepada calon tersebut bahkan sampai tahap mencaci maki. Mengapa? Karena dengan diskriminasi yang dilakukan terhadap suatu agama atau ras, masyarakat tidak bisa menerimanya dan di situ pasangan tersebut menjadi cacat moralnya dimata publik. Hal-hal semacam itu menjadi penilaian masyarakat terutama masyarakat Jakarta yang sangat plural dan cenderung cerdas dalam memilih.

Korupsi sebagai musuh paling besar di negeri kita saat ini menjadi salah satu kecacatan moral yang paling banyak bisa kita temukan di tiap-tiap instansi pemerintahan. Masing-masing parpol terus-menerus bercuap untuk melawan korupsi dan disisi lain menjadi rumah paling nyaman bagi para individu atau bahkan kelompok korup. Moral yang baik menjadi hanya sebuah mimpi jika harus melawan korupsi. Karena banyak dari antara mereka yang berpolitik untuk hidup, bukan hidup untuk berpolitik, sehingga mencari uang yang sebesar-besarnya menggunakan jabatan yang dimiliki menjadi sebuah tujuan.

Kita kembali kepada hal yang diinginkan oleh masyarakat. Hal yang sangat sederhana namun sangat krusial, moral. Di luar kapabilitas seseorang untuk memimpin, di luar kekayaan yang bisa disumbangkan, di luar penghargaan-penghargaan atau gelar yang dimiliki, seseorang haruslah terlebih dahulu menjaga moralnya untuk bisa memimpin di Indonesia. Moral yang tak cacat berada di atas kriteria yang lain. Sekali saja seorang pemimpin melakukan sesuatu hal yang dirasa cacat secara moral,maka segala hal positif yang ada dalam dirinya dan segala prestasi yang ada pada dirinya akan dilupakan dengan mudah dan telah terbukti di sejarah para pemimpin yang pernah ada. 

Pada dasarnya hal tentang moral adalah hal yang sangat sederhana bisa kita mengerti. Seperti seorang pembunuh yang akan dikucilkan oleh lingkungan sosialnya karena kejahatannya tidak bisa lagi ditolerir lagi. Label yang akan terus melekat meski pun ia hanya membunuh sekali saja, atau bahkan hanya dilatarbelakangi amarah sesaat. Ketika seorang pembunuh saja tidak bisa lagi diterima ketika merenggut satu nyawa manusia, apalagi mereka para koruptor yang telah merenggut nyawa banyak orang dengan mengambil hak ribuan orang yang bisa disejahterakan dari uang negara yang malah dikorup dengan jumlah yang tidak tanggung-tanggung. Masih bisakah koruptor dihukum lebih ringan dari pembunuh atau bahkan mungkin maling mangga atau ayam?

Sekarang mari kita bersama-sama melihat ke depan siapa sajakah calon yang bisa kita pilih dalam Pemilu yang akan datang. Ada baiknya masyarakat mengikuti dengan baik segala perkembangan yang ada dan tidak serta merta menilai hanya dari sekali lihat atau terkesan memberikan kesimpulan secara cepat. Rekam jejak para politisi adalah pegangan yang dapat dikaji untuk nantinya menjadi penilaian yang bisa digunakan sebagai rekomendasi untuk memilih seorang pemimpin. Rakyat akan menjadi penilai dan pengawas dalam setiap gerak-gerik para pemimpin negara. Rakyat juga akan menjadi penagih yang berteriak paling keras, dan bahkan melawan jika perlu. Karena merekalah yang lapar di negeri ini. Namun sekali lagi, bagaimanapun juga ini hanya opini saya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar