Sebuah Cerpen
H
|
iduplah Si Lelaki, pria dewasa
yang merupakan pecinta burung. Sudah sejak dua tahun lalu ia memelihara Si
Jantan. Bulu Si Jantan berwarna biru terang. Tubuhnya mungil dengan paruh
berwarna kekuningan menjulur kecil di wajahnya. Suaranya nyaring ketika bernyanyi
menimpali siulan dari lelaki pemiliknya. Si Lelaki hidup seorang diri. Hanya Si
Jantan yang menemani hari-harinya yang berlimpah harta.
Lelaki dewasa
itu baru saja pindah ke rumah baru yang cukup luas. Bangunan rumah itu
berlantai dua. Di belakang bangunan rumah terhampar halaman yang cukup luas.
Halaman itu masih sangat hijau dengan rumput-rumput tinggi karena tidak
terawat. Tanaman-tanaman liar juga tumbuh di sekitar halaman itu. Di tengah
halaman itu terdapat sebuah pohon yang berdiri tinggi dengan daun yang cukup
lebat. Kurang lebih 3 meter tinggi pohon itu. Posisi pohon itu cukup mencolok
di tengah halaman itu.
Si
Lelaki meletakkan Si Jantan di sebuah sarang yang terbuat dari kawat baja.
Diletakkannya sarang itu di pojok halaman. Dari sudut itu Si Jantan bisa
melihat seisi halaman dengan mudah, termasuk memandangi pohon besar yang ada di
tengah. Sesekali Si Jantan dibiarkan keluar dari sarangnya oleh pemiliknya. Dan
saat keluar dari sarang adalah saat yang paling menyenangkan bagi Si Jantan. Saking
gembiranya Si Jantan bisa terbang berputar-putar di atas halaman tak
henti-henti. Ketika sedang senang, Si Jantan pasti mengeluarkan suaranya yang
paling nyaring untuk memberi tahu pemiliknya bahwa ia sangat senang dan
menyayangi lelaki itu.
Suatu
hari saat sedang terbang dengan riangnya, Si Jantan melihat seekor burung
terbang melintas di depannya dan masuk ke dalam pohon besar di tengah halaman.
Karena penasaran dengan burung itu Si Jantan berbelok arah dan terbang memasuki
pohon itu. Ia hinggap di salah satu ranting yang besar. Ia menengok ke kanan
dan ke kiri. Si Jantan lalu berpindah dari ranting satu ke ranting yang lain
sambil naik terus ke atas. Ketika sudah berada pada dahan pohon yang cukup
tinggi Si Jantan melihat sebuah sangkar burung menempel di salah satu ranting.
Kemudian Si Jantan mendekati sarang itu dan masuk ke dalamnya. Ketika ia
menginjakkan kakinya di sarang itu ia begitu terkejut karena melihat burung
yang tadi melintas di depannya, Si Betina. Seketika Si Betina meneriaki Si Jantan
karena terkejut sekaligus ketakutan. Di bawah Si Betina ada dua buah telur yang
sedang dieraminya dengan hati-hati. Si Jantan yang diteriaki berusaha
menenangkan Si Betina.
Tak
butuh waktu lama untuk menenangkan Si Betina. Dan tak butuh waktu lama pula
mereka berdua berdamai dan menjadi teman. Sekarang setiap kali Si Jantan
dilepaskan dari sangkar, ia akan selalu datang mengunjungi sarang Si Betina.
Tak jarang pula Si Jantan membantu merapikan sarang Si Betina yang tak jarang
rusak karena hujan atau diterpa angin kencang. Pertemanan itu akhirnya berbuah
menjadi sebuah kekaguman Si Jantan terhadap Si Betina yang menjaga dua buah
telurnya seorang diri. Si Jantan lalu bertekad dan berjanji untuk menjaga Si
Betina dan telur-telurnya.
Setelah
lebih dari seminggu berada di rumah itu, akhirnya Si Lelaki memiliki waktu
luang untuk menengok halamannya. Selama ini ia hanya punya cukup waktu untuk
mengeluarkan Si Jantan dari sarang dan memberinya makan dan minum. Si Lelaki
memandangi halaman belakangnya yang tidak terawat. Ia kemudian berpikir untuk
merapikan halaman tersebut agar lebih indah dilihat.
Si
Jantan saat itu sedang bermain bersama Si Betina di sarangnya. Tiba-tiba mereka
mendengar sebuah suara yang sangat berisik dan kencang sekali. Karena penasaran
dengan suara itu Si Jantan terbang keluar dari pohon dan melihat kondisi di
halaman. Dari atas Si Jantan melihat pemiliknya sedang berdiri memandangi
halamannya. Kemudian ada seorang lelaki bertopi sedang memotongi rumput halaman
itu. Suara bising yang tedengar oleh burung-burung itu berasal dari mesin pemotong
rumput yang digunakan oleh Pria Bertopi itu. Setelah melihat kondisi itu Si
Jantan kembali ke sarang dan menceritakan kepada Si Betina bahwa pemiliknya
sedang merapikan halamannya.
Ketika
sedang membicarakan hal tersebut tiba-tiba mereka merasakan goncangan. Karena
panik Si Betina berteriak-teriak dengan keras. Si Jantan meminta Si Betina
untuk tenang dan kembali melihat keluar. Ternyata goncangan itu karena Pria Bertopi
menendangi batang pohon tersebut. Si Jantan lalu melihat pemiliknya mengobrol
dengan Pria Bertopi di bawah pohon itu. Tak berapa lama Pria Bertopi melihat
jam tangannya kemudian pergi meninggalkan Si Lelaki sambil satu kali menunjuk
ke arah pohon itu kemudian melambaikan tangan. Setelah Pria Bertopi itu pergi
Si Lelaki memandangi sebentar pohon tersebut dan berjalan menuju sangkar Si
Jantan. Melihat pemiliknya bergerak menuju sangkarnya, Si Jantan bergegas
berpamitan ke Si Betina kemudian dengan cepat terbang kembali ke sarangnya.
Setelah
kejadian itu Si Betina menjadi was-was setiap harinya. Mendengar cerita dari Si
Jantan, ia menjadi sadar bahwa pohon tempat tinggalnya selama ini akan
ditebang. Si Jantan selalu berusaha menenangkan Si Betina setiap kali ia
berkunjung ke sarang. Satu minggu berlalu tanpa terjadi apa-apa. Di akhir pekan
Si Jantan terkejut karena melihat Pria Bertopi kembali datang. Pria Bertopi itu
berjalan bersama Si Lelaki mengarah ke pohon di halaman itu. Di tangan Pria Bertopi
itu terdapat sebuah gergaji listrik yang berukuran besar. Seketika Si Jantan
berteriak-teriak dengan penuh emosi. Ia berusaha mendobrak pintu sangkarnya
dengan menabrak-nabrakkan dirinya ke pintu itu namun gagal. Ia juga berusaha
menggigiti kawat sangkarnya dengan paruhnya namun juga gagal. Ia hanya bisa
melompat-lompat dengan panik sambil memandangi Pria Bertopi bersiap-siap
menyalakan mesin gergajinya.
Suara
gergaji mesin mulai memekik. Si Jantan kemudian mendengar teriakan ketakutan
dari Si Betina dari dalam pohon. Si Jantan sangat marah namun tidak bisa
berbuat apa-apa. Pria Bertopi mulai mengangkat gergaji listriknya mengarahkannya
ke pohon. Dari dalam pohon Si Betina berteriak-teriak penuh ketakutan. Tiba-tiba
hujan dengan deras turun. Pria Bertopi terkejut dengan guyuran hujan tersebut.
Ia buru-buru mematikan gergaji listriknya agar tidak korslet tersiram oleh air.
Si Lelaki berlari masuk ke dalam rumah diikuti oleh Pria Bertopi. Melihat pohon
itu tidak jadi ditebang Si Jantan sumeringah dan melompat-lompat kegirangan.
Keesokan
harinya Si Jantan masih memendam emosi karena tempat tinggal Si Betina akan
dirubuhkan. Ia ingin meluapkan kemarahannya kepada pemiliknya ketika mereka
bertemu. Di sore hari ketika Si Lelaki sedang menaruh makanan di sangkar, Si
Jantan mematuk jari dari pemiliknya itu. Si Lelaki sontak kaget sambil
kesakitan. Ia memelototi Si Jantan lalu pergi masuk ke dalam rumah sambil
kesakitan. Tak berhenti sampai disitu, selama beberapa kali setelahnya Si
Jantan kerap mematuki pemiliknya saat bertemu. Ia juga sering tidak memakan makanan
yang diberikan oleh Si Lelaki. Si Jantan terus meyakinkan Si Betina bahwa ia
akan terus melawan pemiliknya sampai ia tidak lagi mengganggu pohon di halaman
itu. Di sisi lain Si Lelaki mulai kesal dengan perilaku aneh peliharaannya itu.
Setelah
seminggu berlalu Pria Bertopi kembali datang ke halaman rumah. Saat itu Si
Jantan sedang beterbangan di atas halaman. Si Jantan yang melihat pria itu
datang langsung terbang menuju pria itu. Saat pria bertopi mulai menyalakan
gergaji mesinnya, Si Jantan hinggap di topi pria itu dan mematuk kepalanya.
Pria Bertopi itu kaget dan berteriak. Tak berapa lama Si Lelaki datang berlari
ke halaman sambil membawa raket. Ternyata raket itu digunakannya untuk mengusir
burung kesayangannya dari kepala Pria Bertopi. Si Jantan kaget saat menerima
pukulan raket dari pemiliknya. Dengan paniknya Si Jantan terbang melarikan diri
dari Si Lelaki. Ia terbang masuk ke dalam pohon dan menemui Si Betina. Pria
Bertopi yang sudah tidak diganggu lagi oleh Si Jantan memulai menebang pohon besar
yang ada di depannya.
Di
dalam pohon Si Betina menangis dengan keras sambil memeluk kedua telurnya. Si
Jantan berusaha menenangkannya sambil berulang kali melihat keadaan di bawah
pohon. Pohon itu sudah setengah jalan terpotong. Ranting-ranting mulai
berjatuhan karena goncangan yang hebat. Di tengah kepanikan itu Si Jantan
meminta Si Betina untuk terbang bersamanya keluar dari pohon. Si Betina diminta
rela untuk meninggalkan sarangnya, tempat selama ini ia hidup, untuk pergi
mencari tempat baru. Namun dengan terus menangis Si Betina menolak ajakan itu
dan tak ingin meninggalkan sarangnya.
Pria
Bertopi menggergaji pohon itu tanpa henti sambil diawasi oleh Si Lelaki di
dekatnya. Setelah beberapa lama akhirnya sedikit lagi pohon itu akan tumbang.
Batang besar pohon itu telah oleng ke belakang. Di dalam sangkar, Si Jantan
yang merasakan bahwa pohon itu akan runtuh sebentar lagi menarik Si Betina
untuk keluar dari pohon itu. Si Betina dengan kepanikannya berusaha mengambil kedua
telurnya untuk dibawa keluar. Tiba-tiba pohon tersebut perlahan rubuh ke
belakang. Si Betina dan Si Jantan berusaha terbang keluar dari pohon. Sayap
kanan dari Si Betina tak sengaja membentur sebuah ranting yang besar. Telur
yang digenggamnya terlempar dan jatuh ke bawah. Hanya satu telur yang bisa
diselamatkan oleh Si Jantan yang dengan sigap merespon telur yang jatuh itu.
Mereka berhasil keluar dari pohon dan terbang menuju atap rumah.
Pohon
besar yang tadinya berdiri gagah di tengah halaman telah tumbang. Pria Bertopi
mengelap dahinya dengan handuk yang dibawanya. Si Lelaki tampak lega karena
pohon itu akhirnya berhasil ditebang. Si Betina tak hentinya menangis. Ia terus
menatapi dari jauh telurnya yang telah pecah di tanah. Si Jantan hanya terdiam
dan tak bisa melakukan apa-apa. Tak berhenti sampai disitu, Pria Bertopi mulai
memotong-motong ranting dari pohon itu. Batang utama pohon itu dibelahnya jadi
empat bagian dan kemudian dipotong-potong lagi menjadi bagian-bagian kecil. Beberapa
potong kayu itu dibawa ke dalam rumah oleh Pria Bertopi dan Si Lelaki.
Karena
pohon tempat tinggalnya telah rusak, Si Betina mengucapkan selamat tinggal
kepada Si Jantan dan terbang membawa telurnya. Ia pergi keluar dari halaman dan
berusaha mencari tempat tinggal baru. Si Jantan hanya bisa pasrah dan menatapi
kepergian kawannya satu-satunya di halaman itu. Si Jantan terus-menerus
meratapi kepergian Si Betina. Di saat ia terbang mengitari halaman sesekali ia
menengok keluar berharap melihat Si Betina. Namun hari demi hari dilewatinya
tanpa hasil. Ia juga tak punya cukup keberanian untuk meninggalkan halaman itu.
Ia masih harus menyuap makanan yang diberikan Si Lelaki setiap harinya. Ia
belum bisa seperti Si Betina yang mampu mencari sendiri ulat untuk makanannya
dan anak-anaknya. Si Jantan kemudian menjadi malas untuk terbang keluar dari
sangkarnya dan lebih sering berdiam diri.
Selang
dua minggu, Si Jantan melihat Si Lelaki sedang sibuk mengangkut sebuah
bungkusan yang sangat besar. Dengna susah payah Si Lelaki menggotongnya ke
helaman dan meletakkannya di samping sangkar Si Jantan. Bungkusan itu dibuka.
Si Jantan yang tadinya berwajah murung tiba-tiba berganti mimik. Ia terperangah
melihat sebuah sangkar baru yang berdiri di samping sangkarnya. Sangkar itu
sangat mulus dan besar. Sangkar itu terbuat dari kayu yang dibuat begitu
mengkilap. Si Jantan tiba-tiba menjadi sumeringah dan melompat-lompat di dalam
sangkar. Ia tahu kalau sangkar kayu itu akan menjadi rumahnya yang baru.
Si
Lelaki membuka sangkar Si Jantan dan memindahkan burung itu ke sangkar yang baru. Si
Jantan langsung memandangi setiap pojok dari sangkarnya yang besar itu. Bahan rumah itu dari kayu yang indah dan begitu mengkilap. Tempat
makan dan minumnya baru. Ada kayu yang menggantung di tengah sarang itu untuknya bermain-main. Cahaya matahari tak
bisa menyengatnya karena sangkar itu cukup teduh. Si Jantan begitu senang dengan
rumah barunya. Tak lagi diingatnya akan kesedihan Si Betina yang rumahnya
dirubuhkan oleh Si Lelaki. Ia telah melupakan semua kesedihannya dan berganti
menjadi semangat untuk melewati hari-hari barunya di rumah barunya yang indah. Si
Lelaki terus tersenyum melihat burungnya yang tampak telah kembali seperti dulu
lagi.
Si Lelaki lalu berjalan menuju teras rumahnya yang menghadap ke halaman. Ia duduk di kursi favoritnya. Ia memandangi halamannya yang tampak lebih indah dibanding saat pertama kali melihatnya. Si Lelaki merasa bahagia pula karena telah merubah pohon di halamannya menjadi rumah baru bagi burung kesayangannya. Dari jauh ia memandangi sangkar kayu yang baru dibuatnya untuk Si Jantan itu. Kemudian ia berkata dalam hati, "Dasar burung..."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar