Senin, 08 Juli 2013

DEMO DULU, SENANG-SENANG KEMUDIAN

Sebuah Cerpen

H
iduplah Si Lelaki, pria dewasa yang merupakan pecinta burung. Sudah sejak dua tahun lalu ia memelihara Si Jantan. Bulu Si Jantan berwarna biru terang. Tubuhnya mungil dengan paruh berwarna kekuningan menjulur kecil di wajahnya. Suaranya nyaring ketika bernyanyi menimpali siulan dari lelaki pemiliknya. Si Lelaki hidup seorang diri. Hanya Si Jantan yang menemani hari-harinya yang berlimpah harta.

      Lelaki dewasa itu baru saja pindah ke rumah baru yang cukup luas. Bangunan rumah itu berlantai dua. Di belakang bangunan rumah terhampar halaman yang cukup luas. Halaman itu masih sangat hijau dengan rumput-rumput tinggi karena tidak terawat. Tanaman-tanaman liar juga tumbuh di sekitar halaman itu. Di tengah halaman itu terdapat sebuah pohon yang berdiri tinggi dengan daun yang cukup lebat. Kurang lebih 3 meter tinggi pohon itu. Posisi pohon itu cukup mencolok di tengah halaman itu.


                Si Lelaki meletakkan Si Jantan di sebuah sarang yang terbuat dari kawat baja. Diletakkannya sarang itu di pojok halaman. Dari sudut itu Si Jantan bisa melihat seisi halaman dengan mudah, termasuk memandangi pohon besar yang ada di tengah. Sesekali Si Jantan dibiarkan keluar dari sarangnya oleh pemiliknya. Dan saat keluar dari sarang adalah saat yang paling menyenangkan bagi Si Jantan. Saking gembiranya Si Jantan bisa terbang berputar-putar di atas halaman tak henti-henti. Ketika sedang senang, Si Jantan pasti mengeluarkan suaranya yang paling nyaring untuk memberi tahu pemiliknya bahwa ia sangat senang dan menyayangi lelaki itu.

                Suatu hari saat sedang terbang dengan riangnya, Si Jantan melihat seekor burung terbang melintas di depannya dan masuk ke dalam pohon besar di tengah halaman. Karena penasaran dengan burung itu Si Jantan berbelok arah dan terbang memasuki pohon itu. Ia hinggap di salah satu ranting yang besar. Ia menengok ke kanan dan ke kiri. Si Jantan lalu berpindah dari ranting satu ke ranting yang lain sambil naik terus ke atas. Ketika sudah berada pada dahan pohon yang cukup tinggi Si Jantan melihat sebuah sangkar burung menempel di salah satu ranting. Kemudian Si Jantan mendekati sarang itu dan masuk ke dalamnya. Ketika ia menginjakkan kakinya di sarang itu ia begitu terkejut karena melihat burung yang tadi melintas di depannya, Si Betina. Seketika Si Betina meneriaki Si Jantan karena terkejut sekaligus ketakutan. Di bawah Si Betina ada dua buah telur yang sedang dieraminya dengan hati-hati. Si Jantan yang diteriaki berusaha menenangkan Si Betina.

                Tak butuh waktu lama untuk menenangkan Si Betina. Dan tak butuh waktu lama pula mereka berdua berdamai dan menjadi teman. Sekarang setiap kali Si Jantan dilepaskan dari sangkar, ia akan selalu datang mengunjungi sarang Si Betina. Tak jarang pula Si Jantan membantu merapikan sarang Si Betina yang tak jarang rusak karena hujan atau diterpa angin kencang. Pertemanan itu akhirnya berbuah menjadi sebuah kekaguman Si Jantan terhadap Si Betina yang menjaga dua buah telurnya seorang diri. Si Jantan lalu bertekad dan berjanji untuk menjaga Si Betina dan telur-telurnya.

                Setelah lebih dari seminggu berada di rumah itu, akhirnya Si Lelaki memiliki waktu luang untuk menengok halamannya. Selama ini ia hanya punya cukup waktu untuk mengeluarkan Si Jantan dari sarang dan memberinya makan dan minum. Si Lelaki memandangi halaman belakangnya yang tidak terawat. Ia kemudian berpikir untuk merapikan halaman tersebut agar lebih indah dilihat.

                Si Jantan saat itu sedang bermain bersama Si Betina di sarangnya. Tiba-tiba mereka mendengar sebuah suara yang sangat berisik dan kencang sekali. Karena penasaran dengan suara itu Si Jantan terbang keluar dari pohon dan melihat kondisi di halaman. Dari atas Si Jantan melihat pemiliknya sedang berdiri memandangi halamannya. Kemudian ada seorang lelaki bertopi sedang memotongi rumput halaman itu. Suara bising yang tedengar oleh burung-burung itu berasal dari mesin pemotong rumput yang digunakan oleh Pria Bertopi itu. Setelah melihat kondisi itu Si Jantan kembali ke sarang dan menceritakan kepada Si Betina bahwa pemiliknya sedang merapikan halamannya.

                Ketika sedang membicarakan hal tersebut tiba-tiba mereka merasakan goncangan. Karena panik Si Betina berteriak-teriak dengan keras. Si Jantan meminta Si Betina untuk tenang dan kembali melihat keluar. Ternyata goncangan itu karena Pria Bertopi menendangi batang pohon tersebut. Si Jantan lalu melihat pemiliknya mengobrol dengan Pria Bertopi di bawah pohon itu. Tak berapa lama Pria Bertopi melihat jam tangannya kemudian pergi meninggalkan Si Lelaki sambil satu kali menunjuk ke arah pohon itu kemudian melambaikan tangan. Setelah Pria Bertopi itu pergi Si Lelaki memandangi sebentar pohon tersebut dan berjalan menuju sangkar Si Jantan. Melihat pemiliknya bergerak menuju sangkarnya, Si Jantan bergegas berpamitan ke Si Betina kemudian dengan cepat terbang kembali ke sarangnya.

                Setelah kejadian itu Si Betina menjadi was-was setiap harinya. Mendengar cerita dari Si Jantan, ia menjadi sadar bahwa pohon tempat tinggalnya selama ini akan ditebang. Si Jantan selalu berusaha menenangkan Si Betina setiap kali ia berkunjung ke sarang. Satu minggu berlalu tanpa terjadi apa-apa. Di akhir pekan Si Jantan terkejut karena melihat Pria Bertopi kembali datang. Pria Bertopi itu berjalan bersama Si Lelaki mengarah ke pohon di halaman itu. Di tangan Pria Bertopi itu terdapat sebuah gergaji listrik yang berukuran besar. Seketika Si Jantan berteriak-teriak dengan penuh emosi. Ia berusaha mendobrak pintu sangkarnya dengan menabrak-nabrakkan dirinya ke pintu itu namun gagal. Ia juga berusaha menggigiti kawat sangkarnya dengan paruhnya namun juga gagal. Ia hanya bisa melompat-lompat dengan panik sambil memandangi Pria Bertopi bersiap-siap menyalakan mesin gergajinya.

                Suara gergaji mesin mulai memekik. Si Jantan kemudian mendengar teriakan ketakutan dari Si Betina dari dalam pohon. Si Jantan sangat marah namun tidak bisa berbuat apa-apa. Pria Bertopi mulai mengangkat gergaji listriknya mengarahkannya ke pohon. Dari dalam pohon Si Betina berteriak-teriak penuh ketakutan. Tiba-tiba hujan dengan deras turun. Pria Bertopi terkejut dengan guyuran hujan tersebut. Ia buru-buru mematikan gergaji listriknya agar tidak korslet tersiram oleh air. Si Lelaki berlari masuk ke dalam rumah diikuti oleh Pria Bertopi. Melihat pohon itu tidak jadi ditebang Si Jantan sumeringah dan melompat-lompat kegirangan.

                Keesokan harinya Si Jantan masih memendam emosi karena tempat tinggal Si Betina akan dirubuhkan. Ia ingin meluapkan kemarahannya kepada pemiliknya ketika mereka bertemu. Di sore hari ketika Si Lelaki sedang menaruh makanan di sangkar, Si Jantan mematuk jari dari pemiliknya itu. Si Lelaki sontak kaget sambil kesakitan. Ia memelototi Si Jantan lalu pergi masuk ke dalam rumah sambil kesakitan. Tak berhenti sampai disitu, selama beberapa kali setelahnya Si Jantan kerap mematuki pemiliknya saat bertemu. Ia juga sering tidak memakan makanan yang diberikan oleh Si Lelaki. Si Jantan terus meyakinkan Si Betina bahwa ia akan terus melawan pemiliknya sampai ia tidak lagi mengganggu pohon di halaman itu. Di sisi lain Si Lelaki mulai kesal dengan perilaku aneh peliharaannya itu.

                Setelah seminggu berlalu Pria Bertopi kembali datang ke halaman rumah. Saat itu Si Jantan sedang beterbangan di atas halaman. Si Jantan yang melihat pria itu datang langsung terbang menuju pria itu. Saat pria bertopi mulai menyalakan gergaji mesinnya, Si Jantan hinggap di topi pria itu dan mematuk kepalanya. Pria Bertopi itu kaget dan berteriak. Tak berapa lama Si Lelaki datang berlari ke halaman sambil membawa raket. Ternyata raket itu digunakannya untuk mengusir burung kesayangannya dari kepala Pria Bertopi. Si Jantan kaget saat menerima pukulan raket dari pemiliknya. Dengan paniknya Si Jantan terbang melarikan diri dari Si Lelaki. Ia terbang masuk ke dalam pohon dan menemui Si Betina. Pria Bertopi yang sudah tidak diganggu lagi oleh Si Jantan memulai menebang pohon besar yang ada di depannya.

            Di dalam pohon Si Betina menangis dengan keras sambil memeluk kedua telurnya. Si Jantan berusaha menenangkannya sambil berulang kali melihat keadaan di bawah pohon. Pohon itu sudah setengah jalan terpotong. Ranting-ranting mulai berjatuhan karena goncangan yang hebat. Di tengah kepanikan itu Si Jantan meminta Si Betina untuk terbang bersamanya keluar dari pohon. Si Betina diminta rela untuk meninggalkan sarangnya, tempat selama ini ia hidup, untuk pergi mencari tempat baru. Namun dengan terus menangis Si Betina menolak ajakan itu dan tak ingin meninggalkan sarangnya.

                Pria Bertopi menggergaji pohon itu tanpa henti sambil diawasi oleh Si Lelaki di dekatnya. Setelah beberapa lama akhirnya sedikit lagi pohon itu akan tumbang. Batang besar pohon itu telah oleng ke belakang. Di dalam sangkar, Si Jantan yang merasakan bahwa pohon itu akan runtuh sebentar lagi menarik Si Betina untuk keluar dari pohon itu. Si Betina dengan kepanikannya berusaha mengambil kedua telurnya untuk dibawa keluar. Tiba-tiba pohon tersebut perlahan rubuh ke belakang. Si Betina dan Si Jantan berusaha terbang keluar dari pohon. Sayap kanan dari Si Betina tak sengaja membentur sebuah ranting yang besar. Telur yang digenggamnya terlempar dan jatuh ke bawah. Hanya satu telur yang bisa diselamatkan oleh Si Jantan yang dengan sigap merespon telur yang jatuh itu. Mereka berhasil keluar dari pohon dan terbang menuju atap rumah.

                Pohon besar yang tadinya berdiri gagah di tengah halaman telah tumbang. Pria Bertopi mengelap dahinya dengan handuk yang dibawanya. Si Lelaki tampak lega karena pohon itu akhirnya berhasil ditebang. Si Betina tak hentinya menangis. Ia terus menatapi dari jauh telurnya yang telah pecah di tanah. Si Jantan hanya terdiam dan tak bisa melakukan apa-apa. Tak berhenti sampai disitu, Pria Bertopi mulai memotong-motong ranting dari pohon itu. Batang utama pohon itu dibelahnya jadi empat bagian dan kemudian dipotong-potong lagi menjadi bagian-bagian kecil. Beberapa potong kayu itu dibawa ke dalam rumah oleh Pria Bertopi dan Si Lelaki.

                Karena pohon tempat tinggalnya telah rusak, Si Betina mengucapkan selamat tinggal kepada Si Jantan dan terbang membawa telurnya. Ia pergi keluar dari halaman dan berusaha mencari tempat tinggal baru. Si Jantan hanya bisa pasrah dan menatapi kepergian kawannya satu-satunya di halaman itu. Si Jantan terus-menerus meratapi kepergian Si Betina. Di saat ia terbang mengitari halaman sesekali ia menengok keluar berharap melihat Si Betina. Namun hari demi hari dilewatinya tanpa hasil. Ia juga tak punya cukup keberanian untuk meninggalkan halaman itu. Ia masih harus menyuap makanan yang diberikan Si Lelaki setiap harinya. Ia belum bisa seperti Si Betina yang mampu mencari sendiri ulat untuk makanannya dan anak-anaknya. Si Jantan kemudian menjadi malas untuk terbang keluar dari sangkarnya dan lebih sering berdiam diri.

                Selang dua minggu, Si Jantan melihat Si Lelaki sedang sibuk mengangkut sebuah bungkusan yang sangat besar. Dengna susah payah Si Lelaki menggotongnya ke helaman dan meletakkannya di samping sangkar Si Jantan. Bungkusan itu dibuka. Si Jantan yang tadinya berwajah murung tiba-tiba berganti mimik. Ia terperangah melihat sebuah sangkar baru yang berdiri di samping sangkarnya. Sangkar itu sangat mulus dan besar. Sangkar itu terbuat dari kayu yang dibuat begitu mengkilap. Si Jantan tiba-tiba menjadi sumeringah dan melompat-lompat di dalam sangkar. Ia tahu kalau sangkar kayu itu akan menjadi rumahnya yang baru.

                Si Lelaki membuka sangkar Si Jantan dan memindahkan burung itu ke sangkar yang baru. Si Jantan langsung memandangi setiap pojok dari sangkarnya yang besar itu. Bahan rumah itu dari kayu yang indah dan begitu mengkilap. Tempat makan dan minumnya baru. Ada kayu yang menggantung di tengah sarang itu  untuknya bermain-main. Cahaya matahari tak bisa menyengatnya karena sangkar itu cukup teduh. Si Jantan begitu senang dengan rumah barunya. Tak lagi diingatnya akan kesedihan Si Betina yang rumahnya dirubuhkan oleh Si Lelaki. Ia telah melupakan semua kesedihannya dan berganti menjadi semangat untuk melewati hari-hari barunya di rumah barunya yang indah. Si Lelaki terus tersenyum melihat burungnya yang tampak telah kembali seperti dulu lagi.

          Si Lelaki lalu berjalan menuju teras rumahnya yang menghadap ke halaman. Ia duduk di kursi favoritnya. Ia memandangi halamannya yang tampak lebih indah dibanding saat pertama kali melihatnya. Si Lelaki merasa bahagia pula karena telah merubah pohon di halamannya menjadi rumah baru bagi burung kesayangannya. Dari jauh ia memandangi sangkar kayu yang baru dibuatnya untuk Si Jantan itu. Kemudian ia berkata dalam hati, "Dasar burung..."                                                                                                                                                                                                     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar