Rabu, 19 Desember 2012

YANG MEMBERITAKAN YANG MEMONOPOLI

Kebebasan, kita yang bangga dengan demokrasi yang selalu kita teriakkan itu selalu menuntut akan kata itu. Salah satu praktek demokrasi yang berusaha kita perjuangkan adalah kebebasan pers. Pengekangan terhadap pers selama periode-periode pemerintahan sebelumnya seperti membuat gatal mereka para jurnalis sehingga ketika masa pembebasan itu dimulai, pers seakan-akan langsung menjadi sebuah kekuatan besar yang secara tak langsung mempengaruhi kehidupan masyarakat.

Pers adalah salah satu kekuatan dalam mengatur dan membuat opini publik. Entah berita yang ada di layar kaca atau di surat kabar, semuanya menjadi salah satu konsumsi paling dicari. Ya, berita. Kita semua haus akan berita, apapun bidangnya. Berita menjadi sebuah kebutuhan yang sangat krusial dalam bernegara. Setiap warga negara berhak untuk mengetahui isu tentang negaranya, bahkan isu global. Pers adalah pemegang kekuasaan yang mengendalikan berita apa saja yang kita terima. Setiap hari kita disuapi oleh berita-berita yang pers berikan atau ingin mereka berikan. 


Asupan berita yang pers berikan kemudian membangun sebuah pendapat umum di masyarakat yang kita sebut opini publik. Untuk yang satu ini, pers yang paling berpengaruh. Pers sebagai agen dalam pembentukan opini publik memegang peran yang sangat besar dengan monopoli berita mereka. Partai politik atau politisi dan pengamat juga merupakan bagian dari agen-agen itu, namun ketika telinga masyarakat lebih menurut kepada pendapat yang terbangun dari ucapan maupun tulisan yang dibuat oleh pers. Betapa pers disini memiliki kekuatan yang sangat besar dalam membuat sebuah opini publik yang mengatur preferensi masyarakat terhadap sebuah isu. 

Kekuasaan pers begitu besar di era yang katanya reformasi ini. Pengaruh pers khususnya kepada masyarakat awam yang tentunya menjadi mayoritas di tengah masyarakat. Apalagi dalam bidang politik. Masyarakat dalam melihat politik sering kali bahkan menjurus ke selalu menempatkan diri sebagai korban dalam setiap pembahasan. Namun memang sudah selayaknya demikian. Masyarakat adalah mereka yang menerima produk politik dan yang akan menderita ketika produk itu gagal. Pers dalam hal ini memiliki keunggulan dalam keberpihakan masyarakat. Pers yang menempatkan diri sebagai penekan atau mungkin oposisi dari pemerintah akan dengan mudah mempengaruhi opini publik jika mereka mau. 

Di sisi lain, kekuasaan tadi juga merupakan titik rawan dari kebebasan pers itu sendiri. Ketika sebuah badan pers ditumpangi oleh partai politik atau mereka yang memiliki maksud politis maka pers dapat menjadi alat yang sangat mudah untuk menjaring dukungan atau menggiring masyarakat kepada sebuah pendapat tertentu.  Ketika ini terjadi maka ketidakberpihakan dari pers bisa tereduksi. 

Selain itu, ada sebuah pertanyaan yang muncul, sampai dimanakah luas koridor dari kebebasan pers? Apakah pers yang terlalu bebas itu baik?

Kejumawaan pers dalam beberapa kesempatan malah bisa menyebabkan stabilitas politik menjadi sulit untuk diciptakan. Berapa banyak berita mengenai kebaikan negara yang anda konsumsi? Bandingkanlah dengan berita buruk yang anda terima setiap hari. Dengan berita-berita yang ada kita sering menyimpulkan bahwa negara kita begitu buruk dan membuat kita cenderung putus asa dan hanya menilai negara kita secara buruk saja. Potensi-potensi yang ada menjadi terlupakan dan tak tersentuh. 

Ini berhubungan dengan kesukaan masyarakat kita akan berita negatif yang ada di media. Benarkah demikian? Masyarakat saat ini begitu bersemangat dengan berita kejelekan pemerintah atau kejelekan bangsa Indonesia yang tercermin dari berita-berita kriminal, korupsi, dan sebagainya. Masyarakat dimanjakan dengan 'kejelekan Indonesia'. Bahkan debat-debat di TV seringkali menjadi bahan tertawaan saja. Entah apa tujuan sebenarnya namun sangat terlihat bahwa berita negatif dari negara kita menjadi konsumsi yang sangat menarik dan membuat masyarakat ketagihan. Ketika tujuan pers hanyalah saling berlomba akan konsumsi publik, maka bisa mengkhawatirkan jika berita negatif yang memang begitu diikuti oleh publik menjadi suatu prioritas pemberitaan.

Selain itu keterbukaan berita yang dilakukan pers membuat pemerintah kita seakan-akan sangat transparan. Seringkali bahkan pers membuat kesimpulan awal terlebih dahulu meski suatu kasus belum secara jelas terbuka. Pemerintah yang transparan disini memiliki nilai positif. Namun yang berbahaya adalah ketika sebuah berita yang belum jelas dan sangat dangkal langsung saja disuapi ke masyarakat. Tanpa menunggu atau mengikuti perkembangannya, masyarakat bisa langsung saja beropini. Kedangkalan sebuah berita memang terkadang tidak menjadi penghalang pers untuk 'menjualnya'. Sebagai contoh paling sederhana adalah dalam tragedi Sukhoi. Pada awal berita itu turun, media dengan gencar menaikkan berita itu. Meski pengumpulan berita tidak berjalan secepat itu, tetap saja masyarakat dicekoki berita yang seringkali masih dangkal dan sama-sama saja. Meski berisi sama, berita itu tetap terus diberitakan seakan-akan ada perkembangan terbaru. Untuk masalah ini bisa kita lihat dari siaran TV. 2 sampai 3 hari pemberitaan TV bisa didominasi oleh tragedi Sukhoi yang mungkin hanya memiliki data sangat sedikit. Meski demikian masyarakat bisa dengan seksama mengikutinya bahkan tidak meninggalkan TV karena berharap akan ada perkembangan terbaru walau ternyata yang mereka dapatkan hanyalah pengulangan berita yang sama. 

Dari contoh tadi bisa kita lihat bahwa hanya dari sebuah judul berita saja , dalam hal ini pesawat sukhoi, masyarakat bisa terpengaruh untuk mengikutinya. Begitu juga dengan kasus-kasus lainnya. Media tinggal menaikkan berita yang mereka inginkan secara intensif, maka pengaruh ke masyarakat tinggal masalah waktu. Menjadi riskan ketika hal ini dibawa ke berita politik. Karena itu mungkin lawan terbesar partai politik atau politikus bukanlah partai politik lawannya atau lawan politiknya, melainkan pers. Pers bisa menjadi lawan sekaligus menjadi kawan tergantung pilihan pers.

Terlepas dari itu semua kode etik pers perlu diperhatikan secara seksama. Benar bahwa kebebasan pers adalah hal yang diperlukan dalam negara demokrasi, namun kebebasan itu perlu aturan yang jelas agar tidak keluar dari koridor dan menghasilkan persepsi yang salah. Karena seperti yang telah diutarakan di atas bahwa pers memegang kekuatan yang besar dalam menciptakan opini publik. Pers harus menjadi unsur yang mencerdaskan bangsa dan sumber motivasi masyarakat terhadap negara. Masyarakat perlu dicekoki optimisme terhadap negara ini. Peran strategis pers harus diletakkan dengan proporsi yang tepat agar stabilitas negara dapat tetap terjaga dan kemajuan positif negara masih dapat terlihat di jangkauan mata. Namun sekali lagi, bagaimanapun juga ini hanya opini saya.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar