Pemilu legislatif 2014
akan kita langsungkan esok hari. Semarak pemilu telah tercermin dari banyaknya
bendera partai dan baliho yang terpajang di jalan-jalan. Jejaring sosial tidak
kalah dalam menjadi medan pertempuran kampanye masing-masing partai dan capres
yang ingin diusung. Selain itu komunitas-komunitas pemuda muncul satu per satu
dan turut serta dalam mewarnai pesta demokrasi.
Komunitas atau
gerakan-gerakan yang diusung oleh pemuda-pemuda tersebut berusaha mengisi
kekosongan yang ditinggalkan oleh partai politik. Secara ringkas Miriam
Budiarjo telah membantu kita dalam merangkum tugas partai politik ke dalam 4
hal. Yang pertama komunikasi politik, sosialisasi politik, lalu rekrutmen
politik, dan manajemen konflik. Partai politik saat ini terlalu fokus hanya dalam
hal rekrutmen politik semata. Dengan demikian maka akan membentuk pragmatisme
dengan mencari orang-orang yang dirasa bisa mendaur suara paling besar seperti
artis.
Komunitas-komunitas
yang muncul membawa fokus masing-masing. Ada yang berusaha melakukan pendidikan
politik, campaign untuk memilih dalam pemilu, dan ada juga yang berbasis anak
muda dan mengajak mereka untuk berperan aktif dalam pemilu. Hal yang sering
dilupakan oleh partai politik adalah bahwa para pemuda ini bukanlah hanya
lumbung suara semata. Pemilih pemula adalah mereka yang memiliki potensi suara
besar saat ini. Jumlah pemilih pemuda adalah 20,8 juta tahun ini. Sifat dari
pemilih ini adalah mudah termobilisasi. Kuncinya ada di popularitas media si
calon, dan evaluasi singkat kepada pemerintahan sebelumnya yang keduanya akan
mempengaruhi mereka.
Partai politik di
Indonesia sebenarnya telah berhutang besar kepada komunitas-komunitas ini yang
dengan sukarela “membantu” mereka memberikan pendidikan politik bagi
masyarakat. Sebutlah Ayo Vote atau pun Celup Kelingking Konten yang biasa
diberikan kepada kelompok-kelompoknya adalah apa pentingnya pemuda memilih di
pemilu, gambaran dasar apa itu politik, dan ajakan untuk berkreasi dalam rangka
mengawal pemilu. Bentuknya bermacam-macam mulai dari memanfaatkan standup comedy, acara musik, campaign langsung ke masyarakat,
mengadakan seminar-seminar, dan lain-lain. Dunia maya juga dimanfaatkan secara
maksimal oleh gerakan-gerakan ini untuk bisa masuk ke masyarakat. Situs website dan jejaring sosial mereka
manfaatkan untuk bisa dekat dengan anak muda. Tentu saja kekuatan
gerakan-gerakan ini berada pada design
mereka yang sangat pop.
Pendekatan yang harus
dilakukan tidak cukup hanya berupa janji-janji besar yang diutarakan lewat
media. anak muda membutuhkan cara pedekatan lain. Masalahnya adalah mereka
sendiri tidak mendapatkan informasi yang cukup perihal politik. Banyak anak
muda yang tergabung dalam komunitas bukan semata-mata memang ingin menjadi volunteer, tetapi mereka justru terlebih
dahulu ingin mengenal politik lebih dekat lagi. Anak muda telah haus akan
informasi dan muak dengan cerminan yang mereka dapati dan harus telan setiap
harinya lewat media. Rasa penasaran mereka pada politik sudah sepatutnya untuk
diakomodir. Dan hal ini kerap dilupakan oleh partai politik.
Karena pada dasarnya
anak muda harus disadarkan untuk tidak membenci politik. Yang harus dibenci
adalah perilaku menyimpang dari para politisi yang telah menghitamkan gambaran
dari politik itu sendiri. Anak muda mendapatkan politik sebagai sesuatu yang
hitam, kejam, licik, dan jauh dari jangkauan mereka. Padahal politik itu begitu
dekat dengan kehidupan mereka. Harga angkot yang biasa mereka naiki adalah
hasil dari proses politik. Kenaikan uang kuliah juga merupakan hasil dari
politik.
Anak muda juga perlu
disadarkan bahwa tidak perlu menunggu lama untuk bisa berpartisipasi dalam
politik. Ikut pemilu adalah bentuk minimalnya. Namun ada bentuk-bentuk lain
yang mereka bisa lakukan. Salah satunya adalah dengan komunitas-komunitas tadi
yang berniat untuk mengawal pemilu. Dengan memberikan waktunya secara otonom
mereka sebenarnya telah berpolitik karena berusaha untuk mempengaruhi, dalam
kasus mereka anak muda, untuk bisa melakukan sesuatu di pemilu kali ini. Tidak
perlu untuk menunggu sampai mereka menjadi anggota parlemen untuk bisa
berpolitik. Pernahkah ini dijelaskan oleh partai politik? Kembali , sebagian
besar hanya berfokus pada suara yang bisa mereka ambil.
Anak muda harus lebih
dilibatkan selepas pemilu. Iklim politik yang baik hanya bisa tercapai ketika
masyarakat mendapatkan informasi yang cukup. Itulah mengapa partai politik
harus gencar dalam memberikan pendidikan politik di luar masa kampanye atau
tahun pemilu. Urgensi dari pendidikan politik adalah karena kacamata yang
dipakai untuk melihat politik sudah begitu buram. Ketika tidak ada usaha untuk
membersihkan politik itu sendiri maka jangan berharap bahwa suara dalam pemilu
bisa naik. Permasalahannya adalah bila naik pun, itu tidak mencerminkan
demokrasi yang sudah baik. Namun ketika suara yang semakin turun dan
partisipasi di luar pemilu juga menurun, maka hanya ada apatisme yang menanti.
Semoga saja komunitas-komunitas ini tetap mengawal, bukan hanya pemilu, juga
politik itu sendiri di luar masa pemilu, bilamana partai politik tidak kunjung
melakukan tugasnya. Namun bagaimanapun juga ini hanya opini saya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar