Senin, 24 Februari 2014

TAK HARUS INDEPENDEN KOK

Orde Baru tak hanya meninggalkan beban ekonomi dan politik bagi era kita sekarang. Penanaman nilai mereka yang sangat mengakar di tengah masyarakat masih banyak yang tertinggal di tengah masyarakat. Soeharto adalah presiden yang menginginkan rakyatnya melupakan persoalan politik dan fokus pada pembangunan ekonomi. Salah satu unsur besar yang diajak untuk melupakannya adalah para mahasiswa. Netralisasi kehidupan kampus yang dilakukan selama masa Orde Baru memiliki bekas-bekas tertinggal yang menjadi dasar perilaku anak muda saat ini.

Fenomena menarik adalah bahwa yang terjadi sekarang ini seakan-akan mahasiswa harus berada diposisi yang berseberangan dengan pemerintah. Fungsi kontrol yang kadang cenderung berlebihan. Apresiasi kadang tidak terlihat datang dari arah mahasiswa. Sedangkan sebuah kebijakan yang tidak berkenan dimata masyarakat akan dengan mudah diserang habis-habisan. Namun tak bisa dipungkiri peran kontrol dari mahasiswa memanglah unsur kuat yang bertahan selama usia bangsa ini berdiri. 


Golongan muda terpelajar adalah mereka yang menjadi aktor penggerak dan perubah negeri ini. Dua rezim paling besar selama sejarah bangsa ini, Orde Lama dan Orde Baru, bisa hancur tak lepas dari peran besar gerakan mahasiswa. Reformasi begitu penuh warna kebebasan juga karena partisipasi aktif dari para mahasiswa. Saking pentingnya peran tersebut, keberpihakan terhadap partai politik atau calon pemimpin cenderung dihindari. Yang dipentingkan dari semua bentuk perjuangan adalah independensi. Jangankan membolehkan partai politik masuk kedalam kampus untuk sosialisasi, mengutarakan aviliasi kepada partai tertentu saja masih begitu tabu atau enggan untuk dibicarakan. 

Gerakan partai politik didalam kehidupan kampus lalu hanya berada didalam tatanan bawah tanah. Bisa dirasakan, dibicarakan, namun kabur dalam penglihatan. Bila kita bandingkan dengan negara yang selalu mencoba menjadi corong demokrasi, Amerika Serikat, partai-partai begitu sering masuk ke kampus untuk melakukan kampanye, bahkan perekrutan langsung. Sudah menjadi hal biasa stand-stand partai berdiri di dalam gedung kampus. Politik menjadi begitu dekatnya dengan anak muda. Sedekat itu sampai mereka bisa dengan bebas melakukan itu ditengah lingkungan belajar mereka. Kembali pada warisan Orde Baru. Mungkin banyak anak muda yang alergi dengan Orde Baru namun ternyata malah menyimpan nilai dari zaman tersebut. Jauh dari politik adalah hal yang dibawa dari era itu. 

Perdebatan ideologi yang bebas adalah yang dihindari dari zaman tersebut. Semuanya haruslah hanya Pancasila. Bahkan ditengah lingkungan akademisi ilmu sosial sekalipun hal itu masih terjadi. Tak heran anak muda menjadi apolitis. Orientasinya hanya pada kontrol dibanding partisipasi. Lebih parah lagi, hanya menonton. Sebenarnya apa salahnya bila mahasiswa atau anak muda melakukan keberpihakan kepada seorang calon di 2014 nanti? Terlebih bila masing-masing bisa mengutarakannya dan memulai perdebatan satu dengan yang lain, maka bisa terkumpul gagasan umum yang riil mengenai kriteria pemimpin yang cocok. Namun perdebatan seperti itu tidak bisa dimulai bila keberpihakan tadi saja tidak dimulai. Bila sebuah organisasi atau gerakan menyatakan independen, bukan berarti anggotanya tidak boleh atau tabu untuk mengatakan berpihak pada partai tertentu atau sosok tertentu. Setiap orang berhak mendapatkan kebebasan politik. Memilih aman dengan mengatakan tidak memiliki keberpihakan sama sekali tidak menunjukkan sesuatu yang hebat. 

Momen ini adalah momen untuk berpihak. Langkah berikutnya adalah menjaring. Bila ingin menjauhkan Indonesia dari calon X maka kampanyekan dengan terbuka calon Y yang memang dirasa lebih cocok. Apalagi dalam lingkungan akademis seperti kampus. Juga dalam lingkungan keluarga. Kalau tidak setuju dengan mobilisasi yang dilakukan oleh orangtua kepada calon tertentu maka katakan dan jelaskanlah. Arus teknologi informasi di Indonesia bukan ada untuk mendukung apatisme. Informasi yang begitu mudah didapat jauh lebih membantu anak muda untuk bisa memilih dengna baik partai atau calon mana yang cocok dengan diri sendiri dan terlebih negeri ini. Tak cukup mempersiapkan pilihan hanya 5 menit sebelum mengotorkan kelingking. Masih ada beberapa bulan untuk menggali lebih banyak lagi seputar calon-calon. Bila partai politik tidak maksimal dalam melakukan tugas sosialisasi politiknya maka tunjukkan generasi muda yang cerdas pada mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar