Belakangan ada isu yang santer terdengar perihal jam malam yang akan segera
diberlakukan di FISIP. Ini bisa kita kaitkan dengan pemadaman lampu di beberapa
areal FISIP ketika malam hari. Selasar MBRC yang menjadi tempat yang seringkali
menjadi tempat mahasiswa dan mahasiswi FISIP untuk belajar, mengerjakan tugas,
atau sekedar refreshing lewat
internet saat ini sering dimatikan lampunya ketika malam hari. Takor juga
beberapa kali dipadamkan lampunya di saat masih banyak mahasiswa yang masih
berkumpul dan mengobrol bersama. Lalu orang-orang bertanya apakah ini karena
daya listrik FISIP tidak kuat sehingga harus dimatikan? Penghematan listrik?
Atau ‘pengusiran’? Benarkah mahasiswa FISIP dianjurkan untuk tidak pulang
malam?
Hal-hal di atas bisa kita hubungkan dengan berita-berita kurang mengenakan
tentang keamanan di UI. Banyak kasus penjambretan, bahkan perampokan, yang
menjadikan mahasiswa dan mahasiswi sebagai sasaran. Mahasiswa dan mahasiswi
FISIP juga ada yang menjadi korban. Pemberlakuan jam malam sering dihubung-hubungkan
sebagai solusi agar tidak terjadi lagi kasus kriminalitas di UI. Yang
disalahkan justru mahasiswa yang pulang terlalu larut malam. Bila logika ini
yang digunakan maka FISIP yang masih sangat ‘hidup’ pada malam hari
dibandingkan dengan fakultas-fakultas lainnya akan menjadi sasaran utama
kebijakan jam malam.
Sebenarnya ada alasan yang kiranya bisa menjelaskan mengapa lingkungan
FISIP bisa lebih hidup di malam hari. Waktu kuliah yang telah menyita waktu
sampai dengan sore hari menyebabkan mahasiswa dan mahasiswi akan menghabiskan
banyak waktunya di kelas. Apalagi banyak sekali kelas paralel yang baru selesai
pkl.19.00 atau lebih. Sore hari ketika keluar dari kelas mahasiwa dan mahasiswi
akan santai sejenak bersama kawan-kawannya. Waktu efektif untuk organisasi,
rapat dan lain sebagainya, adalah malam hari setelah sholat maghrib. Begitu
juga dengan aktivitas komunitas seni dan olahraga yang baru bisa dimulai sore
hingga malam hari. Kita belum menguranginya dengan waktu yang dibutuhkan untuk
mengerjakan tugas di kampus. Ditambah lagi dengan tingkat minat dan bakat
anak-anak FISIP cukup tinggi di bidang olahraga dan seni. Organisasi di FISIP
pun termasuk banyak jumlahnya. Dengan demikian adanya jam malam tentu akan
meminimalisir ruang gerak mahasiswa untuk berorganisasi atau menyalurkan minat
dan bakat mereka di komunitas.
Di samping itu yang tak kalah penting adalah kultur anak-anak FISIP untuk
‘nongkrong’ hingga larut malam. Itu adalah kultur di FISIP yang mungkin paling
membedakannya dengan fakultas-fakultas lainnya. Anak FISIP terbiasa untuk
ngobrol berlama-lama di takor, selasar-selasar, atau tempat tongkrongan hingga
larut malam. Yang diobrolkan dan didiskusikan dari hal paling tidak penting
sampai hal yang bisa menjadi awal sebuah gerakan besar. Tetapi yang paling
penting adalah budaya ‘nongkrong’ ini banyak menjadi sarana mahasiswa dan
mahasiswi bertukar pikiran. Kebiasaan ini bisa tergerus bila jam malam ini
diberlakukan. Budaya diskusi di FISIP sebenarnya tersimpan di meja-meja Takor,
selasar MBRC, atau mushola. Bila jam malam ini diberlakukan, maka kita harus
bertanya kemana arah Fakultas yang memiliki nama ‘Sosial’ ini ingin dibawa
ketika waktu yang mereka gunakan untuk bersosialisasi saja dibatasi?
Bila kita melihat hal tadi, berarti pemberlakuan jam malam bukanlah masalah
anak-anak organisasi kampus seperti BEM dan HM yang tidak bisa menyelenggarakan
rapat hingga larut malam lagi. Ini bukan masalah anak-anak KMF yang tidak bisa
lagi berlatih dan bermain musik hingga larut malam di Yongma. Ini juga bukan
masalah anak-anak KTF yang jam latihannya di malam hari bisa jadi dikurangi.
Ini juga bukan masalah anak-anak paralel yang pulang malam sehingga tidak bisa
menggunakan MBRC selepas kuliah. Dan ini juga bukan hanya masalah mereka yang
sering sekali menginap di kampus. Ini masalah kita semua sebagai mahasiswa dan
mahasiswi FISIP yang butuh untuk berkembang di luar kelas.
*tulisan ini ditujukan untuk kawan-kawan saya di kampus FISIP UI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar