Kurang
lebih satu bulan lagi kita akan menghadapi momen pemilu presiden dan wakil
presiden 2014. Namun dari hemat saya, yang terjadi saat ini masyarakat diasupi
oleh kampanye-kampanye negatif atas masing-masing calon. Yang satu dicap
sebagai pelanggar HAM, sedangkan yang satu dicap sebagai penipu. Satu isu
negatif dilawan dengan isu lainnya. Saling menjatuhkan antar kutub terjadi
dengan begitu ‘meriah’. Kampanye negatif sejatinya adalah bentuk dari demokrasi
itu sendiri. Seluruh komponen masyarakat berhak untuk menyuarakan pendapat
mereka. Media dibebaskan untuk memberikan informasi apa pun kepada masyarakat.
Tetapi ketika kampanye negatif itu tidak diseimbangi dengan kampanye positif ,
ada masalah disana.
Kampanye
positif yang saya maksudkan adalah dialog seputar visi-misi dan program aksi
yang akan dibawa oleh masing-masing calon ke depan bila terpilih. Bahkan
visi-misi saja belum cukup. Harus sampai pada tataran program aksi. Ini penting
karena kita, masyarakat Indonesia, membutuhkan ide dan program yang bisa
menjadi solusi atas permasalahan Indonesia saat ini. Dengan kata lain,
masyarakat sudah seharusnya diajak untuk tidak lagi memilih karena sekedar
melihat sosok dari si calon. Kita harus mengajak mereka untuk memilih
berdasarkan pemikiran rasional atas program mana yang lebih baik dari antara
calon yang ada.
Tulisan ini dibuat sebagai respon terhadap fenomena yang telah diuraikan di atas. Saya berusaha memberikan informasi tentang program calon-calon di bawah ini berdasarkan apa yang telah mereka bagikan ke masyarakat. Diskusi seputar program mereka saat ini tenggelam oleh maraknya kampanye negatif. Padahal menurut saya ada beberapa progam yang saya anggap ‘seksi’ untuk kita simak dan diskusikan bersama. Saya akan memisahkannya pada beberapa tulisan agar panjang dan efektivitas isi tulisan bisa lebih baik. Untuk tulisan kali ini saya akan membatasi pembahasan pada program seputar masyarakat desa dan pendidikan. Saya menggabungkan masalah desa dan pendidikan pada satu tulisan karena keduanya merupakan masalah yang dekat dengan masyarakat miskin dan tertinggal.
Masyarakat Desa
Masalah
utama yang harus dihadapi oleh semua pemerintah di setiap negara adalah kesejahteraan
masyarakatnya. Dengan demikian agenda ekonomi yang dibawa oleh masing-masing
calon adalah penting untuk kita simak bersama. Kelompok masyarakat yang sering
menjadi sorotan sekaligus sasaran dari program-program populis dari calon
adalah petani dan nelayan. Kelompok ini memang seringkali masuk dalam kategori
masyarakat miskin sehingga harus menjadi perhatian bersama. Dari data BPS pada
September 2013 presentasi penduduk miskin di desa mencapai angka 14%, sedangkan
tingkat kesejahteraan petani Indonesia berada pada 104,56 poin. Angka tersebut
tidak bisa kita lepaskan dari profesi petani yang memang masih begitu tinggi
jumlahnya di Indonesia. Untuk hal itu, pemberdayaan desa sebagai lahan tempat
para petani tinggal menjadi program masing-masing calon.
Kedua
pasang calon sama-sama memasukkan implementasi UU Desa sebagai program yang
akan mereka bawa selama lima tahun ke depan. Mereka menjual program
pemberdayaan desa. Program yang populis ini tentu bisa menjadi alat mereka
untuk bisa mendapatkan suara konstituen yang berada di desa-desa. Untuk kasus
masyarakat pedesaan ini, kedua calon sama-sama memiliki program aksi yang
menurut saya memiliki nilai jual yang berbeda satu sama lain.
Pasangan
nomor urut 1, Prabowo-Hatta, mencantumkan dalam program mereka sebuah langkah
untuk mengalokasikan dana APBN minimal 1 milyar rupiah per desa untuk bisa
diberdayakan dalam 8 program desa.[1] Ini
menjadi menarik karena tentu ini akan menjadi sebuah dana yang besar dari APBN.
Prabowo-Hatta mencantumkan angka 385 triliun rupiah untuk masa waktu lima tahun
untuk 75.244 desa/kelurahan di Indonesia. Itu berarti pemerintah akan
menghabiskan kira-kira 77 triliun rupiah per tahun, atau bila kita mengacu pada
APBN 2014 maka itu akan menghabiskan 4% pengeluaran negara, atau setara atau
bahkan melebihi angka subsidi listrik nasional. Harus ada anggaran yang
dikurangi dari APBN bila pendanaan untuk desa ini ingin direalisasikan. Menurut
hemat saya subsidi energi adalah yang paling mungkin untuk dikurangi. Namun
pada program-program yang dibawa Prabowo-Hatta saya melihat belum jelas mana
anggaran yang mungkin untuk dipindahkan kepada alokasi dana desa ini. Terlebih
pada beberapa poin mereka juga ingin melanjutkan subsidi energi. Lebih dari
itu, bantuan-bantuan langsung seringkali menghadapi kendala dimana dana
tersebut tidak diterima secara langsung manfaatnya kepada masyarakat.
Diperlukan aparat birokrasi desa yang memiliki integritas tinggi agar program
ini benar-benar efektif.
Bila
Prabowo-Hatta menjual program 1 milyar per desa, lain soal Jokowi-JK. Pasangan
ini ,selain implementasi UU Desa, menjanjikan perlindungan atas hak-hak
masyarakat adat. Menurut saya ini juga akna menjadi fokus yang menarik untuk
masyarakat desa yang masih banyak sekali merupakan masyarakat adat. Pasangan
ini berjanji untuk melanjutkan proses legislasi RUU Pengakuan dan Perlindungan
Hak-hak Masyarakat Adat. Fokus pasangan ini terhadap hak masyarakat adat ini
menarik karena diusung sebagai salah satu alat untuk mengurangi konflik agraria
yang seringkali menyudutkan hak-hak masyarakat adat. Untuk pembangunan
infrastruktur desa sendiri Jokowi-JK juga menempatkannya pada rencana program
mereka, namun tidak dengan pemberian alokasi dana yang tertulis besarannya
seperti Prabowo-Hatta.
Selain
itu kedua pasangan sama-sama ingin membangun Bank Petani atau pun Bank Nelayan.
Bank tersebut diharapkan bisa membantu para petani dan nelayan untuk
mendapatkan dana bagi kegiatan ekonomi mereka.
Pendidikan
Bagi
mahasiswa, masalah pendidikan akan selalu menjadi isu yang dikaji setiap
tahunnya. Negara selalu dituntut untuk memberikan pendidikan sebagai hak
masyarakat seperti termaktub dalam UUD 1945. Setiap presiden yang terpilih
selalu menjadi harapan bagi majunya pendidikan di Indonesia. Untuk 2014, saya
rasa ada beberapa program penting di bidang pendidikan di kedua calon yang bisa
kita simak dan nantikan.
Wajib
belajar 12 tahun tetap menjadi sebuah hal wajib yang akan akan mereka bawa.
Keduanya sama-sama menyatakan bahwa negara harus menjamin pendidikan gratis
untuk sampai pada selesai 12 wajib belajar. Pada poin ini Jokowi-JK lebih
berani mencantumkan bahwa pembebasan biaya tersebut tidak hanya di sekolah
negeri namun juga di sekolah swasta.[2] Pada
dasarnya program wajib belajar ini masih harus menjadi perhatian besar dari
presiden yang terpilih karena jumlah penduduk yang menikmati pendidikan di
Indonesia masih terbilang rendah yang akan berdampak langsung pada daya saing
bangsa.[3]
Untuk
masalah pendidikan ini saya menilai bahwa program kedua pasangan sama-sama memiliki
kelebihan masing-masing. Jokowi-JK selain mencantumkan sekolah swasta, yang
akan ditanggung biaya pendidikannya oleh negara sampai 12 wajib belajar, juga
berjanji untuk menghilangkan model penyeragaman sistem pendidikan nasional,
dalam poin ini termasuk pula di dalamnya mengenai Ujian Akhir Nasional. Program
ini bisa menjadi poin penting dalam meraup suara karena isu UN ini sedang
menjadi perbincangan dalam beberapa tahun terakhir. Penyelenggaraan UN ini
memang seringkali bermasalah dan dianggap harus dievaluasi ulang. Dalam hal ini
saya melihat bahwa memang tim Jokowi-JK menaruh perhatian pada perbedaan
pembangunan di tiap-tiap daerah. Mereka menggunakan konsep desentralisasi
asimetris sebagai salah satu landasan mereka membangun Indonesia ke depannya.
Maksudnya adalah bahwa setiap daerah harus diperhatikan secara berbeda, sesuai
kebutuhan masing-masing. Sehingga program penghapusan UN ini juga bisa kita
kaitkan dengan bagaimana mereka melihat pembangunan tiap daerah yang berbeda.
Di
sisi lain Prabowo Hatta juga memiliki poin yang tidak kalah menarik. Mereka
berniat untuk menghapuskan penggantian buku pelajaran setiap tahun. Ini berarti
pula mereka akan mengurangi atau menghilangkan pergantian kurikulum yang sering
terjadi beberapa tahun belakangan. Pergantian kurikulum pendidikan memiliki
dampak yang besar terhadap proses belajar mengajar. Selain biaya yang besar,
pergantian kurikulum juga bisa menyulitkan guru-guru untuk beradaptasi setiap
tahunnya. Bila kita melihat pada sistem ekonomi kerakyatan yang mereka bawa,
pasangan ini menjual program-program yang akan mengurangi biaya yang akan
dikeluarkan khususnya oleh masyarakat kecil. Pergantian buku pelajaran ini juga
menjadi turunan dari hal tersebut.
Selain
pendidikan di tingkat dasar, kedua pasangan ini juga mencantumkan program untuk
pendidikan tinggi. Prabowo-Hatta akan mewajibkan setiap sarjana dan dokter yang
baru lulus untuk mengabdi di daerah miskin dan tertinggal. Dengan kata lain,
program Kuliah Kerja Nyata akan diwajibkan untuk semua lulusan. Sedangkan
Jokowi-JK banyak menyebutkan perihal kemajuan inovasi teknologi. Pasangan ini,
meski tidak disebutkan angkanya, berniat untuk meningkatkan anggaran riset. Hal
ini patut untuk diikuti oleh para akademisi yang mengidamkan kemajuan riset.
Selain itu dalam masalah peningkatan teknologi, mereka ingin mendorong
kemitraan antara industri dan perguruan tinggi. Namun sangat disayangkan ketika
kedua calon sama sekali tidak membahas soal UU Perguruan Tinggi dalam
program-program mereka yang sesungguhnya sedang menjadi perhatian serius di
kalangan mahasiswa, khususnya di Perguruan Tinggi Negeri.
Dari
dua isu di atas, desa dan pendidikan, bisa dilihat bahwa keduanya memiliki
program yang sama dan ada pula yang berbeda. Persamaan program kedua pasangan
ini sebatas pada hal-hal yang normatif, atau yang pasti akan dibawa oleh setiap
orang yang maju dalam pemilu. Contoh dari program yang saya maksud tersebut
adalah seperti wajib belajar 12 tahun atau pun pemberdayaan desa. Yang harus kita
simak adalah detail-detail program yang menjadi turunannya seperti yang telah
disebutkan di atas.
Dengan
melihat poin-poin program kedua pasangan ini maka kita dapat melihat dengan
jelas perbedaan kedua pasangan calon secara lebih substansif ketimbang berdasar
pada biodata dan riwayat hidup semata. Barulah kemudian kita bisa memilih di
antara keduanya, mana yang lebih bisa menjawab permasalahan Indonesia saat ini
dan sesuai dengan harapan kita. Bukan semata-mata hanya bergantung pada
kampenye negatif semata.
[1] 8 Program Desa itu adalah pembangunan
infrastruktur desa yang meliputi: jalan, jembatan, dan infrastruktur desa dan
pesisir; listrik dan air bersih desa; koperasi desa, BUMDES,BUMP, dan lembaga
keuangan mikro; lumbung desa; pasar desa; klinik dan rumah sehat desa;
pendidikan dan wirausaha desa; sistem informasi dan penguatan perangkat
pemerintah desa.
[2] Dalam poin ini Prabowo-Hatta mencantumkan
biaya pendidikan akan ditanggung negara tanpa menjelaskan apakah sekolah swasta
juga termasuk didalamnya.
[3] Menurut data BPS pada tahun 2012 yang
menikmati pendidikan di Indonesia hanya sekitar 15%.
Bagus gan!
BalasHapusthx ya! Silahkan disebarkan untuk informasi bagi yang lain.
Hapus