Senin, 04 Juli 2016

OPEN DATA DI TINGKAT KAMPUS: UI KAPAN?


            Beberapa tahun yang lalu, dalam sebuah kampanye Pemilihan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) level kampus, penulis membawa isu mengenai transparansi. Pada saat itu tidak terlalu banyak yang paham atau pun setuju akan pemilihan isu ini. Tidak sedikit pula yang memandang sebelah mata. Transparansi bagi penulis penting untuk menjawab permasalahan yang selama ini selalu saja terjadi berulang-ulang di level kampus. Protes akan berbagai fasilitas yang tidak memadai, uang semester yang semakin tinggi, dosen yang tidak sesuai dengan harapan dalam membimbing, serta mahasiswa yang berlaku tidak sesuai dengan harapan dosen, adalah hal-hal yang terus menjadi masalah tanpa adanya solusi yang benar-benar tepat sasaran. Dampaknya adalah sebuah kualitas belajar-mengajar atau pun lingkungan akademis yang seringkali mengecewakan bagi civitas akademika.
            Sampailah akhirnya penulis berkesempatan untuk mengenal dan menyelami apa yang disebut dengan open data. Konsep open data tidaklah sama dengan transparansi. Akan tetapi keduanya memiliki keterkaitan yang erat. Keterkaitan itu berasal dari potensi besar yang dimiliki dari open data untuk menciptakan transparansi manajemen lembaga pada level yang tinggi. Konsep ini pun sangat mungkin untuk diadaptasi dalam lingkup perguruan tinggi. Open data penulis rasa dapat menjadi salah satu solusi untuk mendorong pembangunan universitas ke arah yang lebih transparan dan tepat sasaran. Namun ada baiknya kita melihat sekilas terlebih dahulu tentang apa sebenarnya yang disebut dengan open data.


Apa Itu Open Data?
            Open data adalah sebuah konsep modern yang mulai berkembang sejak beberapa dekade terakhir. Hal ini tidak terlepas dari berkembangnya sumber daya IT dan peningkatan manajemen yang modern. Secara mudah open data dapat diartikan sebagai data yang dapat dipergunakan secara bebas, dimanfaatkan, dan didistribusikan kembali oleh seluruh masyarakat tanpa syarat dengan tetap menyantumkan sumber dari data tersebut.  Untuk dapat digunakan kembali, data tersebut harus dirilis dalam format yang reusable dan machine-readable.
            Pada level nasional, open data memungkinkan masyarakat dapat dengan mudah mengakses data di Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah (K/L/D). Data kemudian dapat dipergunakan oleh masyarakat sebagai modal untuk pengembangan usaha. Pemberian nilai tambah dari data-data yang telah disediakan oleh pemerintah dengan demikian menciptakan lapangan ekonomi yang begitu luas. Business startup dapat berkembang dengan memanfaatkan data yang telah terbuka. Dari sisi pengawasan, adanya open data memungkinkan masyarakat untuk terus mengawasi kinerja pemerintah. Rancangan pembangunan jangka panjang atau pun menengah dari pemerintah dapat dievaluasi ketercapaiannya dengan membandingkan data empiris dan indikator kesuksesan sebuah kebijakan. Selain itu dengan data yang terbuka masyarakat juga dapat berkontribusi aktif dalam memecahkan masalah yang dihadapi pemerintah.
           
http://data.go.id/
 Indonesia sendiri sudah mengadaptasi open data di level nasional maupun daerah. Portal data.go.id telah beroperasi dan menyajikan data-data yang tersedia dari berbagai K/L/D. Sementara itu pemerintah-pemerintah daerah juga telah melakukan hal yang sama, bahkan beberapa di antaranya melakukan open data lebih dahulu sebelum pemerintah pusat. Sebut saja Jakarta, Bandung, atau pun Bojonegoro yang open data-nya cukup berkembang. Salah satu kekurangan utama dari open data pemerintah saat ini adalah masalah pemutakhiran data. Tersedianya data tidak cukup apabila tidak terus diperbaharui terus-menerus secara berkala. Selain itu belum semua lembaga turut berpartisipasi dalam inisiatif open data.
            Ilustrasi sederhana dapat menjelaskan mengapa open data menjadi hak masyarakat. Masyarakat membayar pajak. Pajak digunakan untuk operasi lembaga Badan Pusat Statistik  (BPS). BPS lalu mendapatkan data melalui riset. Maka sudah sepatutnya masyarakat secara umum memiliki hak untuk mengetahui data yang didapat oleh BPS (tentu sesuai peraturan perundangan yang berlaku). Dasar dari hak ini sendiri sudah terdapat dalam UU No. 14 tentang Keterbukaan Informasi Publik tahun 2008. Dengan UU ini pada dasarnya masyarakat memiliki hak atas data publik yang dikelola oleh pemerintah. Hanya saja permasalahan birokrasi dan manajemen pemerintahan yang belum efektif seringkali menjadi kendala.

Mengadaptasi di Tataran Kampus
            Keterbukaan data yang mulai dilakukan di tingkat nasional bukan tidak mungkin diadaptasi di lingkungan kampus, khususnya Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Berbagai prinsip open data seperti format terbuka, machine-readable, interoporabel, dan data mutakhir hanya membutuhkan sistem yang jelas dan kemauan yang kuat dari pemangku kebijakan di kampus. Kolaborasi dengan mahasiswa pun perlu dilakukan untuk mengembangkan inovasi dari keterbukaan data serta pemanfaatannya untuk kemajuan kampus.   
http://data.km.itb.ac.id/
            Hal yang membuat penulis optimis bahwa open data bisa dilakukan di level kampus adalah apa yang telah dilakukan KM-ITB. Mereka telah lebih dahulu membuat portal open data KM-ITB yang diprakarsai oleh mahasiswa sendiri di data.km.itb.ac.id. Sesuai dengan yang tertera di portal ini, inisiatif open data dilakukan pada tahun 2015 oleh Kabinet KM-ITB. Dataset yang disajikan dalam portal ini terdiri dari delapan bidang yang mencakup lingkungan, karya, kesejahteraan, politik, kebudayaan, sosial, kemahasiswaan, dan komunitas. Data diambil melalui sensus dan pengumpulan dari lembaga-lembaga yang ada di ITB. Meskipun masih banyak hal yang masih dapat dikembangkan, portal ini dapat menjadi acuan bagaimana lingkungan kampus, khususnya mahasiswa, dapat berperan aktif dalam menyajikan open data untuk kebutuhan seluruh warga kampus, maupun masyarakat luas.    
https://dataverse.harvard.edu/
            Pada negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris, ataupun Singapura, kampus-kampus kenamaan mereka juga telah memiliki portal datanya masing-masing. Selain memuat data administrative, kebanyakan dari portal tersebut dipergunakan untuk memfasilitasi publikasi jurnal ataupun data mentah hasil riset yang pernah dilakukan. Dataset yang tersedia kemudian dapat dipergunakan kembali untuk keperluan akademis ataupun hal lainnya. Dampak positifnya adalah bahwa riset dapat terus berlanjut dan kualitasnya pun dapat terus berkembang. Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa open data di kampus dapat diadaptasi untuk manajemen yang lebih transparan serta untuk peningkatan kualitas akademik. Dua poin penting ini yang perlu menjadi pertimbangan untuk diterapkannya open data di PTN Indonesia, khususnya dalam hal ini UI (sebagai almamamater penulis).

UI Kapan?
            Salah satu kelemahan dalam setiap kajian-kajian yang dilakukan oleh lembaga kampus UI mengenai isu UI adalah soal data. Seringkali berbagai kajian hanya berbasis pada asumsi. Sekalipun berbasis data, hanya segelintir orang yang memilikinya. Dalam isu-isu kampus, seringkali yang mengetahui data hanyalah mereka yang terlibat langsung. Sebutlah masalah uang kuliah. Sesuai dengan pengalaman penulis, yang sering dilakukan dalam menyikapi kenaikan biaya kuliah adalah dilakukan konsolidasi terbuka dengan berbagai unsur mahasiswa/i. Seringkali yang menjadi pembicara adalah mereka yang telah lama berkecimpung menangani biaya kuliah. Mereka yang paling tahu data. Sisanya hanya bertindak sebagai penonton. Beruntunglah kalau ada yang mencatat dalam pemaparan. Kebanyakan hanya datang, mendengarkan angka demi angka dan berbagai alternatif sistem pembayaran, lalu pulang tanpa mengingat semua yang mereka serap.
            Hal di atas perlu untuk dirubah. Data tidak bisa lagi hanya menjadi milik segelintir mahasiswa/i. Pemberian data hanya melalui mulut ke mulut atau lewat paparan tidak lagi efektif. Apalagi hanya melalui infografis yang sambil lewat saja, pun tidak viral dengan efektif. Pola monopoli data sudah sepatutnya dihilangkan. Mungkin saja memang mahasiswa/i yang memiliki data tidak berkehendak untuk memonopoli. Hanya saja memang selama ini tidak terpikirkan secara serius untuk memberikan akses data kepada semua pihak. Atau bahkan terdapat ketakutan antar mahasiswa/i sendiri untuk membuka data yang mereka rasa rahasia. Padahal masalah kerahasiaan data dapat didefinisikan lebih lanjut. Pada dasarnya seluruh mahasiswa/i memiliki hak yang sama atas data. UI memerlukan sebuah portal yang berisi semua data kampus yang sudah seharusnya menjadi hak mahasiswa dan civitas akademika lain.
Seringkali yang menjadi acuan untuk data adalah Majelis Wali Amanat, khususnya Unsur Mahasiswa. Menariknya, pada website mwaum.ui.ac.id belum terdapat open data. Web tersebut lebih menjadi kanal aspirasi dan sosialisasi. Padahal ada kesempatan yang besar bahwa MWA UI UM dapat menjadi motor bagi kanal open data di kampus UI, apalagi dengan data yang dimiliki oleh internal pengurus (setidaknya penulis beranggapan seperti itu). Alasan mengapa penulis mendorong MWA UI UM adalah karena lembaga ini yang memiliki akses data kampus.
            Rektorat UI sampai dengan saat ini masih belum berinisiatif membuka data. Begitu pula dengan Fakultas. Untuk itulah unsur mahasiswa dapat lebih dahulu memulai untuk memberikan contoh ekosistem keterbukaan data yang dapat dicontoh oleh pihak kampus. Lembaga seperti MWA UI UM, BEM atau HM (Himpunan Mahasiswa) dapat berkolaborasi untuk mewujudkan hal itu. Mulailah dari hal kecil dengan mempertanggungjawabkan berbagai program kerja atau pun aset tiap lembaga. Buatlah portal yang memuat semua data LPJ, laporan keuangan, daftar fasilitas, database mahasiswa, dan berbagai data lain yang dapat dipergunakan kembali. Pengarsipan yang baik adalah salah satu kunci penting untuk mewujudkan hal tersebut. Selain itu kultur yang berbasis pada data perlu ditingkatkan serta kemalasan untuk riset harus dihilangkan. Tidak perlu takut atau malu untuk belajar dari tempat lain yang sudah lebih dahulu memulai dan teruslah berfikir kreatif. Namun bagaimanapun juga ini hanya opini penulis.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar