Beberapa tahun yang lalu, dalam
sebuah kampanye Pemilihan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) level kampus, penulis
membawa isu mengenai transparansi. Pada saat itu tidak terlalu banyak yang
paham atau pun setuju akan pemilihan isu ini. Tidak sedikit pula yang memandang sebelah mata. Transparansi bagi penulis penting
untuk menjawab permasalahan yang selama ini selalu saja terjadi berulang-ulang
di level kampus. Protes akan berbagai fasilitas yang tidak memadai, uang
semester yang semakin tinggi, dosen yang tidak sesuai dengan harapan dalam
membimbing, serta mahasiswa yang berlaku tidak sesuai dengan harapan dosen,
adalah hal-hal yang terus menjadi masalah tanpa adanya solusi yang benar-benar
tepat sasaran. Dampaknya adalah sebuah kualitas belajar-mengajar atau pun
lingkungan akademis yang seringkali mengecewakan bagi civitas akademika.
Sampailah akhirnya penulis
berkesempatan untuk mengenal dan menyelami apa yang disebut dengan open data. Konsep open data tidaklah sama dengan transparansi. Akan tetapi keduanya memiliki
keterkaitan yang erat. Keterkaitan itu berasal dari potensi besar yang dimiliki
dari open data untuk menciptakan
transparansi manajemen lembaga pada level yang tinggi. Konsep ini pun sangat
mungkin untuk diadaptasi dalam lingkup perguruan tinggi. Open data penulis rasa dapat menjadi salah satu solusi untuk
mendorong pembangunan universitas ke arah yang lebih transparan dan tepat sasaran. Namun ada
baiknya kita melihat sekilas terlebih dahulu tentang apa sebenarnya yang
disebut dengan open data.
Apa Itu Open Data?
Open data adalah sebuah konsep
modern yang mulai berkembang sejak beberapa dekade terakhir. Hal ini tidak
terlepas dari berkembangnya sumber daya IT dan peningkatan manajemen yang modern.
Secara mudah open data dapat
diartikan sebagai data yang dapat dipergunakan secara bebas, dimanfaatkan, dan didistribusikan
kembali oleh seluruh masyarakat tanpa syarat dengan tetap menyantumkan sumber
dari data tersebut. Untuk dapat
digunakan kembali, data tersebut harus dirilis dalam format yang reusable dan machine-readable.
Pada level nasional, open data memungkinkan masyarakat dapat
dengan mudah mengakses data di Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah (K/L/D). Data
kemudian dapat dipergunakan oleh masyarakat sebagai modal untuk pengembangan
usaha. Pemberian nilai tambah dari data-data yang telah disediakan oleh
pemerintah dengan demikian menciptakan lapangan ekonomi yang begitu luas. Business startup dapat berkembang dengan
memanfaatkan data yang telah terbuka. Dari sisi pengawasan, adanya open data memungkinkan masyarakat untuk
terus mengawasi kinerja pemerintah. Rancangan pembangunan jangka panjang atau
pun menengah dari pemerintah dapat dievaluasi ketercapaiannya dengan
membandingkan data empiris dan indikator kesuksesan sebuah kebijakan. Selain
itu dengan data yang terbuka masyarakat juga dapat berkontribusi aktif dalam
memecahkan masalah yang dihadapi pemerintah.
http://data.go.id/ |
Ilustrasi sederhana dapat
menjelaskan mengapa open data menjadi
hak masyarakat. Masyarakat membayar pajak. Pajak digunakan untuk operasi
lembaga Badan Pusat Statistik (BPS). BPS
lalu mendapatkan data melalui riset. Maka sudah sepatutnya masyarakat secara
umum memiliki hak untuk mengetahui data yang didapat oleh BPS (tentu sesuai
peraturan perundangan yang berlaku). Dasar dari hak ini sendiri sudah terdapat
dalam UU No. 14 tentang Keterbukaan Informasi Publik tahun 2008. Dengan UU ini
pada dasarnya masyarakat memiliki hak atas data publik yang dikelola oleh
pemerintah. Hanya saja permasalahan birokrasi dan manajemen pemerintahan yang
belum efektif seringkali menjadi kendala.
Mengadaptasi di Tataran Kampus
Keterbukaan data yang mulai
dilakukan di tingkat nasional bukan tidak mungkin diadaptasi di lingkungan
kampus, khususnya Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Berbagai prinsip open data seperti format terbuka, machine-readable, interoporabel, dan
data mutakhir hanya membutuhkan sistem yang jelas dan kemauan yang kuat dari
pemangku kebijakan di kampus. Kolaborasi dengan mahasiswa pun perlu dilakukan
untuk mengembangkan inovasi dari keterbukaan data serta pemanfaatannya untuk
kemajuan kampus.
http://data.km.itb.ac.id/ |
Hal yang membuat penulis optimis
bahwa open data bisa dilakukan di
level kampus adalah apa yang telah dilakukan KM-ITB. Mereka telah lebih dahulu membuat
portal open data KM-ITB yang diprakarsai
oleh mahasiswa sendiri di data.km.itb.ac.id. Sesuai dengan yang tertera di
portal ini, inisiatif open data dilakukan
pada tahun 2015 oleh Kabinet KM-ITB. Dataset yang disajikan dalam portal ini
terdiri dari delapan bidang yang mencakup lingkungan, karya, kesejahteraan,
politik, kebudayaan, sosial, kemahasiswaan, dan komunitas. Data diambil melalui
sensus dan pengumpulan dari lembaga-lembaga yang ada di ITB. Meskipun masih
banyak hal yang masih dapat dikembangkan, portal ini dapat menjadi acuan
bagaimana lingkungan kampus, khususnya mahasiswa, dapat berperan aktif dalam
menyajikan open data untuk kebutuhan
seluruh warga kampus, maupun masyarakat luas.
https://dataverse.harvard.edu/ |
Pada negara maju seperti Amerika
Serikat, Inggris, ataupun Singapura, kampus-kampus kenamaan mereka juga telah
memiliki portal datanya masing-masing. Selain memuat data administrative, kebanyakan
dari portal tersebut dipergunakan untuk memfasilitasi publikasi jurnal ataupun
data mentah hasil riset yang pernah dilakukan. Dataset yang tersedia kemudian
dapat dipergunakan kembali untuk keperluan akademis ataupun hal lainnya. Dampak
positifnya adalah bahwa riset dapat terus berlanjut dan kualitasnya pun dapat
terus berkembang. Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa open data di kampus dapat diadaptasi untuk manajemen yang lebih
transparan serta untuk peningkatan kualitas akademik. Dua poin penting ini yang
perlu menjadi pertimbangan untuk diterapkannya open data di PTN Indonesia,
khususnya dalam hal ini UI (sebagai almamamater penulis).
UI Kapan?
Salah satu kelemahan dalam setiap
kajian-kajian yang dilakukan oleh lembaga kampus UI mengenai isu UI adalah soal
data. Seringkali berbagai kajian hanya berbasis pada asumsi. Sekalipun berbasis
data, hanya segelintir orang yang memilikinya. Dalam isu-isu kampus, seringkali
yang mengetahui data hanyalah mereka yang terlibat langsung. Sebutlah masalah
uang kuliah. Sesuai dengan pengalaman penulis, yang sering dilakukan dalam
menyikapi kenaikan biaya kuliah adalah dilakukan konsolidasi terbuka dengan
berbagai unsur mahasiswa/i. Seringkali yang menjadi pembicara adalah mereka
yang telah lama berkecimpung menangani biaya kuliah. Mereka yang paling tahu
data. Sisanya hanya bertindak sebagai penonton. Beruntunglah kalau ada yang
mencatat dalam pemaparan. Kebanyakan hanya datang, mendengarkan angka demi
angka dan berbagai alternatif sistem pembayaran, lalu pulang tanpa mengingat
semua yang mereka serap.
Hal di atas perlu untuk dirubah. Data
tidak bisa lagi hanya menjadi milik segelintir mahasiswa/i. Pemberian data
hanya melalui mulut ke mulut atau lewat paparan tidak lagi efektif. Apalagi
hanya melalui infografis yang sambil lewat saja, pun tidak viral dengan efektif.
Pola monopoli data sudah sepatutnya dihilangkan. Mungkin saja memang mahasiswa/i
yang memiliki data tidak berkehendak untuk memonopoli. Hanya saja memang selama
ini tidak terpikirkan secara serius untuk memberikan akses data kepada semua
pihak. Atau bahkan terdapat ketakutan antar mahasiswa/i sendiri untuk membuka
data yang mereka rasa rahasia. Padahal masalah kerahasiaan data dapat
didefinisikan lebih lanjut. Pada dasarnya seluruh mahasiswa/i memiliki hak yang
sama atas data. UI memerlukan sebuah portal yang berisi semua data kampus yang
sudah seharusnya menjadi hak mahasiswa dan civitas akademika lain.
Seringkali
yang menjadi acuan untuk data adalah Majelis Wali Amanat, khususnya Unsur
Mahasiswa. Menariknya, pada website mwaum.ui.ac.id
belum terdapat open data. Web
tersebut lebih menjadi kanal aspirasi dan sosialisasi. Padahal ada kesempatan
yang besar bahwa MWA UI UM dapat menjadi motor bagi kanal open data di kampus UI, apalagi dengan data yang dimiliki oleh internal
pengurus (setidaknya penulis beranggapan seperti itu). Alasan mengapa penulis
mendorong MWA UI UM adalah karena lembaga ini yang memiliki akses data kampus.
Rektorat UI sampai dengan saat ini
masih belum berinisiatif membuka data. Begitu pula dengan Fakultas. Untuk
itulah unsur mahasiswa dapat lebih dahulu memulai untuk memberikan contoh ekosistem
keterbukaan data yang dapat dicontoh oleh pihak kampus. Lembaga seperti MWA UI
UM, BEM atau HM (Himpunan Mahasiswa) dapat berkolaborasi untuk mewujudkan hal
itu. Mulailah dari hal kecil dengan mempertanggungjawabkan berbagai program
kerja atau pun aset tiap lembaga. Buatlah portal yang memuat semua data LPJ,
laporan keuangan, daftar fasilitas, database mahasiswa, dan berbagai data lain
yang dapat dipergunakan kembali. Pengarsipan yang baik adalah salah satu kunci
penting untuk mewujudkan hal tersebut. Selain itu kultur yang berbasis pada
data perlu ditingkatkan serta kemalasan untuk riset harus dihilangkan. Tidak
perlu takut atau malu untuk belajar dari tempat lain yang sudah lebih dahulu memulai
dan teruslah berfikir kreatif. Namun bagaimanapun juga ini hanya opini penulis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar