Kamis, 19 April 2012

Pembalap Yang Tersasar

"Jangan pulang malan-malam, lagi rawan!" "Jangan lewat jalan situ kalau pulang, bahaya!" Kalimat-kalimat itu belakangan sering hinggap di telinga saya. Mungkin anda juga dinasehati demikian oleh orangtua anda. Tak ada yang lain selain aksi geng motor yang melatarbelakangi rasa was-was mereka. Keamanan seakan menjadi langka.

Tapi saya yakin anda juga tidak baru sekarang-sekarang ini mendengar berita seputar geng motor. Sudah cukup lama kita mengenal mereka dengan aksi-aksi brutal yang sering diidentikkan dengan mereka. Namun yang membuat aksi mereka akhir-akhir ini begitu heboh adalah korban dari aksi tersebut ada yang merupakan anggota TNI. 

Semua media mengekspos berita tersebut. Polisi dihujani pertanyaan dan tandatanya dari masyarakat. TNI yang dikait-kaitkan dengan aksi geng motor tersebut juga sibuk membantah dan melakukan perlawanan terhadap statement yang memojokkan mereka. Masyarakat? Sibuk was-was.

Kalau kepolisian kita begitu cepat dalam melakukan penanganan terhadap teroris, mengapa untuk masalah geng motor begitu lama dan terkesan tak ada tindakan tegas? Jika dari dulu kepolisian telah waspada terhadap hal-hal semacam ini, maka kekhawatiran masyarakat saat ini tak perlu terjadi. Takut? Bisa saja.

Begitu miris melihat anak-anak muda itu memegang senjata bahkan menggunakannya untuk mengeroyoki orang-orang. Tangan yang bisa mereka gunakan untuk bekerja, hanya dimanfaatkan untuk membuat lebam-lebam di sekujur tubuh korban dan sasaran mereka. Apa yang mereka cari?

Mereka adalah orang-orang yang tak memiliki pekerjaan. Diberitakan bahwa ketua-ketua mereka dicurigai adalah orang-orang yang bekerja di bengkel. Senjata-senjata mereka ada yang memasok. Bisa kita simpulkan mereka adalah kelompok-kelompok yang solid. 

Kalau dikatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang hobi dengan balap-balapan, saya rasa tidak juga. Mungkin memang balapan liar adalah hal yang tak bisa dilepaskan dari mereka, namun dari tindakan yang mereka lakukan, premanisme lebih ditonjolkan. Dibanding untuk tanding balap, mereka lebih menonjolkan kepalan tangan mereka untuk menonjoki mereka yang dianggap musuh. Mereka tak lain adalah sekelompok orang yang senang berkelahi atau lebih tepatnya, senang mengeroyoki orang. 

Adalah hal sulit jika anda ingin mengubah perilaku mereka dari pendekatan psikologi. Mereka adalah pemuda-pemuda dengan emosi tak terkendali yang akan mengikuti doktrin-doktrin petinggi mereka. Kata-kata dari petinggi mereka atau panglima mereka tak ada yang bisa membantah. Dan sekali lagi, mereka sama-sama punya kesenangan, berperilaku preman.

Kalau anda ingin menarik latarbelakang mengapa mereka bisa menjadi seperti itu, banyak hal yang bisa dihubungkan. Tingkat ekonomi, penerimaan di masyarakat, pergaulan adalah 3 hal yang saya rasa paling dominan dan berhubungan.

Pergaulan di tingkat ekonomi yang rendah tak dapat dipungkiri lagi, sangatlah buruk. Norma kesusilaan telah ambruk. Mengapa? Rasa frustasi terhadap kehidupan yang sudah menumpuk membuat tak ada lagi pintu untuk kebaikan. Orangtua sebagai palang pertama mereka bahkan tak jarang memperlakukan mereka dengan salah dan tak jarang membuat mereka merasa tak diterima. Tingkat pendidikanpun menjadi akarnya dengan tidak dipedulikan lagi. Kata harapan untuk hidup lebih baik hanya omong kosong bagi mereka. 

Dengan tingkat ekonomi yang rendah, tak banyak juga hiburan yang mereka bisa dapatkan. Anda tak bisa membandingkannya dengan anda yang hidup dengan jalan yang lurus-lurus saja. Tak ada lahan untuk mereka berkembang ke arah yang benar. Tonggak kehidupan mereka tak berpondasi. Hiburan untuk mereka adalah dengan membuat keisengan-keisengan dan perilaku-perilaku menyimpang yang bisa memberikan kepuasan pada mereka. Dan mereka merasa tindakan itu adalah menyenangkan. Pelarian? Tak salah juga kalau disebut demikian.

Dan ketahuilah, semakin mereka dikucilkan, semakin mereka berkembang ke arah yang tak mungkin bisa dikembalikan. Mereka yang malah tak diterima oleh masyarakat akan semakin solid dengan kelompok mereka dan menjadi lebih mudah terpengaruh oleh doktrin-doktrin yang salah. Teman sepenanggungan mereka bisa saja yang malah menjerumuskan mereka, tanpa mereka sadari.

Saya pribadi begitu miris mendengar salah satu taruhan mereka di ajang balap mereka adalah wanita. Begitu bobroknya perilaku mereka. Mereka sudah terlalu jauh mengambil jalan yang salah. Dan kalau hanya polisi memble yang bertindak, mereka bisa berlari lebih jauh.

Prioritas sekarang adalah menangkap dan memberikan efek jera. Mereka bisa melakukan itu semua sampai saat ini karena tak memiliki rasa takut terhadap aparat atau negara. Tak ada figur yang bisa menakuti mereka dalam melakukan aksinya. Dan ya memang demikian adanya. Ini sangat lucu jika melihat presiden kita merupakan pensiunan militer. 

Polisi yang suka mengumbar-umbar keberhasilan seharusnya juga tak boleh mengesampingkan kasus geng motor ini. Ini adalah salah satu saat yang tepat untuk mempertontonkan kredibilitas mereka kepada masyarakat dengan menumpas aksi tersebut. Bertindaklah tegas dan tangkap semua yang terlibat. Saya juga setuju pada saran untuk menarik semua SIM mereka. Jangan berikan ruang untuk mereka bisa bertindak anarkis lagi. Perketat penjagaan di malam hari dan jangan hanya saat berita sedang naik saja. 

Kesalahan polisi kita dalam semua jenis kejahatan adalah menangkap dan menghukum lebih utama dibandingkan mencegah. Harus saja ada korban terlebih dahulu baru mereka bertindak. Padahal seharusnya rasa aman diberikan tanpa harus terlebih dahulu ada ancaman. Polisi terlalu memberikan banyak ruang untuk perilaku kejahatan termasuk anarkisme geng motor ini. Cegah sebelum terjadi.

Tapi tentu saja ini adalah masalah kita bersama. Bangunlah kebersamaan yang baik dan bergaulah dengan harmonis. Keresahan ini adalah keresahan kita bersama dan tentu saja harus diperangi bersama. Perilaku apatis hanya akan membuat mereka kuat dan kita tak tahu siapa yang akan jadi korban berikutnya.

Untuk orangtua, bimbinglah anak-anak anda dengan cara yang bisa mereka terima, setidaknya berusahalah. memang tak jarang manusia sulit menunjukkan rasa kasih sayangnya dan malah memakai cara yang salah. Dekati anakmu bukan tampari anakmu.Untuk guru-guru, bimbing siswamu, bukan hanya berpikir untuk menghukum siswamu. Untuk para anak muda yang merasa bersyukur hidupnya baik-baik saja dan tak melenceng, cobalah mengerti dan pahami mereka yang kurang, bukan menjauhi dan mendiskreditkan mereka. Biarlah menghukum menjadi tugas polisi dan aparat lainnya. Kita sebagai rakyat biasa bertugas mengarahkan mereka.

Untuk saat ini sebisa mungkin turuti saja kata-kata yang dikeluarkan orangtua anda seperti yang saya tulis di awal tadi. Kita harus menghindari apa yang masih bisa kita hindari. Mereka memang ada di antara kita. Bagaimanapun juga ini hanya opini saya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar