Rabu, 02 Mei 2012

Kita Diperkosa Malaysia

Pernahkah anda memendam rasa benci terhadap seseorang atau kelompok? Entah itu karena patah hati, disakiti, pengalaman buruk, dihianati, dicaci, dan lain-lain. Tak terbatas alasan kita bisa membenci. Dan tak harus melulu manusia yang kita benci. Bisa saja kita membenci hewan, barang, tempat, atau apapun termasuk bahkan sebuah negara. Dan saya saat ini menjadi salah satu orang yang membenci sebuah negara. Malaysia.

Mengapa? Jika anda semua mengikuti jalannya berita tentang kasus-kasus yang menyeret negara tetangga kita itu seharusnya kita semua merasakan kesedihan atas perlakuan yag diterima oleh negara kita. Mulai dari lagu atau budaya seni kita seenaknya diatasnamakan asli mereka, batas-batas negara yang tidak digubris, penindasan terhadap TKI kita yang  berada disana, sampai yang terakhir penembakan dan penjualan organ dalam warga kita disana. 

Kasus-kasus tersebut di atas cukup bagi saya untuk menciptakan rasa pedih di dada terhadap bangsa ini. Dan juga tak ketinggalan rasa amarah terhadap negara tetangga itu. Sebuah negara adalah seperti keluarga yang sangat besar. Seorang ayah seharusnya akan marah ataupun menindak siapapun yang menyakiti atau bertindak sewenang-wenang terhadap anak ataupun keluarganya. Dan negara ini adalah ayah atau orangtua dari kita-kita masyarakat Indonesia, termasuk para TKI kita. Tapi apakah negara sudah menjadi ayah yang baik?

Selama kita mendiamkan tindakan mereka atau tidak memprosesnya secara tegas dan cepat, rasa takut tidak akan ada dan akan terjadi hal-hal menyedhkan lainnya. Mereka bukan lagi hanya sekedar "Maling", tapi mereka juga "Pemerkosa" bangsa kita. Apakah kita mau terus diam daja dan melihat bagian-bagian tubuh bangsa ini seenaknya dipermainkan oleh mereka? Bahkan sampai nyawa TKI kita hilang begitu saja?

TKI adalah pahlawan kita semua. Namun jangan hanya jadikan itu sebagai wacana saja. Seorang pahlawan pasti dihormati oleh negaranya. Namun apa yang terjadi pada TKI kita? Sudah terlalu banyak kasus penindasan dan penganiayaan yang menimpa mereka disana. Namun sampai sekarang tidak juga ada titik terang untuk keamanan mereka disana. Kalau memang mereka kesana hanya untuk disiksa, lebih baik laranglah saja pengiriman TKI ke Malaysia. Keamanan warganegaranya adalah tanggungjawab pemerintah sebagai pengatur negara. Dan jangan berpikir bahwa satu nyawa TKI yang hilang hanyalah rongsokan semata yang tak perlu dipedulikan meskipun telah hilang dimakan waktu.

Apa pemerintah takut? Apa pemerintah merasa ini masalah sepele? Atau pemerintah malas? Bisa saja semua dari itu adalah termasuk alasannya. Bukan saatnya lagi kita lembek terhadap Malaysia. Tunjukan kewibawaan kita sebagai bangsa. Kita bangsa yang besar, jangan mau dipermainkan hanya oleh mereka yang bahkan lagu daerah saja mereka curi dari bangsa lain, bahkan tetangga mereka sendiri.

Perlindungan terhadap TKI, batas wilayah, dan ornamen-ornamen kebangsaan kita adalah tugas sekaligus kewajiban kita terutama pemerintah. Kalau pemerintah ingin berwibawa di depan bangsanya sendiri, tunjukkanlah dengan penindaka terhadap tindakan-tindakan yang menghina negara kita. Kalau untuk kasus-kasus yang didalangi oknum Malaysia saja pemerintah lembek dan tidak tegas, bagaimana rakyat bisa percaya pada pemerintah?

Kita tidak boleh membiarkan negara ini terus direndahkan seperti ini. Dan pemerintahlah palang pintu pertama untuk menyelesaikan penghinaan ini.

Kalau pemerintah berkata sedang diproses, atau tidak cepat dan sebagainya, saya rasa itu hanya alasan klise memuakkan yang membuat perut ini mual. Kalau memang perlu penyidikan, ya lakukanlah dengan cepat. Menangkap teroris saja bisa dilakukan dengan gencar dan cepat, seharusnya menindak pelaku dari Malaysia atau tindakan-tindakan mereka juga bisa dilakukan dengan cepat. Rakyat sudah sangat gemas dan emosi terhadap perlakuan Malaysia terhadap kita. Jika pemerintah memang memiliki rasa Indonesia, mereka seharusnya bisa merasakannya dan seharusnya bisa melakukan tindakan yang tepat dan tegas.

Saya terkadang bingung, apakah mereka tidak merasa malu sebagai sebuah negara? Mereka mencuri apa yang bukan milik mereka, warganya menindas warga negara lain, mereka seenaknya melanggar batas-batas wilayah kita, apa mereka tidak malu? Ataukah memang mereka telah memandang negara kita rendah sehingga tidak ada rasa takut sedikitpun di benak pemerintah mereka.

Beberapa kali tim sepakbola kita kalah oleh Malaysia. Saya rasa kekesalan Indonesia tidak hanya karna kekalahan itu, melainkan karna lawannya adalah Malaysia. Karna rakyat bertanya "Mengapa kita harus kalah dari Malaysia? Penjahat itu!". 

Saya akan mengutip pidato Soekarno "Ganyang Malaysia" untuk anda resapi,

Kalau kita lapar itu biasa
Kalau kita malu itu juga biasa
Namun kalau kita lapar atau malu itu karena Malaysia, kurang ajar!
Kerahkan pasukan ke Kalimantan hajar cecunguk Malayan itu!
Pukul dan sikat jangan sampai tanah dan udara kita diinjak-injak oleh Malaysian keparat itu
Doakan aku, aku kan berangkat ke medan juang sebagai patriot Bangsa, sebagai martir Bangsa dan sebagai peluru Bangsa yang tak mau diinjak-injak harga dirinya.
Serukan serukan keseluruh pelosok negeri bahwa kita akan bersatu untuk melawan kehinaan ini kita akan membalas perlakuan ini dan kita tunjukkan bahwa kita masih memiliki Gigi yang kuat dan kita juga masih memiliki martabat.
Yoo...ayoo... kita... Ganjang...
Ganjang... Malaysia
Ganjang... Malaysia
Bulatkan tekad
Semangat kita badja
Peluru kita banjak
Njawa kita banjak
Bila perlu satoe-satoe!


Silahkan saja jika anda merasa memang hal ini tidak penting dan bukan urusan anda. Toh Malaysia tempat favorit untuk anda berjalan-jalan? Jujur saja saya tidak pernah ke Malaysia dan sepertinya tidak mau kesana. Indonesia lebih kaya dan lebih banyak tempat-tempat indah dibandingkan pemerkosa bangsa itu. Saya cinta negeri ini dan karna itu untuk saat ini, saya benci Malaysia. Dan setiap saya membaca pidato di atas tadi, tubuh ini seolah terbakar sekaligus pedih melihat yang terjadi saat ini. Tapi sekali lagi, bagaimanapun juga ini hanya opini saya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar