Senin, 15 Oktober 2012

Jadi Nomor Satu Itu Menarik?

Pernahkah anda berpikir untuk menjadi nomor satu? Atau setidaknya pernahkah anda berpikir untuk menjadi yang terdepan di antara yang lainnya? Menjadi nomor satu adalah sebuah motivasi yang sangat diperlukan dalam setiap diri manusia untuk bisa melangkah ke depan, ke fase selanjutnya dalam hidup. Fase disini adalah tingkatan seseorang untuk menggapai di luar batas yang saat ini menutupi pandangan mata, melampaui apa yang mereka rasa adalah batas maksimal mereka.

Namun tak semua orang merasa dirinya perlu untuk menjadi nomor satu. Tak semuanya mau berkompetisi. Menjadi urutan teratas hanyalah bumbu dari kehidupan yang dilakukan seaman mungkin, atau sebisa mungkin menghindari hal-hal yang menyulitkan. Menghindar dari kesulitan adalah tabiat yang secara tidak sadar menjamuri kita, generasi muda yang pada titik tertentu akan menjadi kelompok usia yang paling berkuasa di negeri ini.

Kita generasi muda, sebut saja kelompok usia 25 tahun ke bawah, terbiasa dengan kemudahan yang sering menimang-nimang kita. Revolusi teknologi secara besar-besaran terus memanjakan kita, kita yang juga berdamai dengan rasa malas. Ditambah lagi jika anda berasal dari keluarga mampu yang memiliki supir atau pembantu. Kemudahan-kemudahan itu membuat kita terbiasa dengan hal-hal yang praktis dan mudah, bisa dikatakan tidak mau repot atau direpotkan. Kesenangan-kesenangan anak kecil terus dipelihara seakan-akan hanya tubuh saja yang menua. 

Umpamakan kita sebagai seorang pelari. Saat pelari berlari di atas lintasan maka ia akan mengerahkan otot-ototnya untuk menggerakkan kaki secara cepat, melebihi lawan-lawan lainnya. Kita akan berlari lurus ke depan dan memaksa jantung berdetak tak karuan. Pandangan kita lurus ke depan ke garis finish. Tapi apakah benar demikian? Apakah kita selalu melihat lurus ke depan?

Seringkali kita memalingkan pandangan ke lawan-lawan kita di samping. Saat kita berada di posisi terdepan akan ada rasa takut bahwa kita akan tersusul oleh yang lain. Rasa takut akan jantung yang tak kuat untuk berdetak lebih cepat dan kepercayaan terhadap kaki sendiri mulai diragukan. Ketika kita kembali memalingkan muka ke belakang, terlihat orang-orang lain sedang berlari sekuat mereka, dengan pikiran mereka masing-masing, dengan motivasi masing-masing. Rasa was-was semakin besar, garis finish seakan menjauh dari jangkauan.

Itu jika anda berasa di posisi terdepan. Saat anda berada di posisi kedua, ketiga, keempat, atau bahkan terbelakang di antara yang lainnya, apa yang akan anda lakukan? Apa yang akan anda lakukan ketika sekuat apa pun anda berlari kaki anda tak mau bergerak sesuai yang anda kehendaki dan bayangkan anda bisa lakukan? Orang-orang di depan anda tak punya waktu untuk memperhatikan anda di belakang mereka, tujuan anda dan mereka juga sama, garis finish. Garis finish seakan menjadi sangat mustahil diraih ketika lawan-lawan lain tidak mengurangi kecepatan mereka. Namun garis finish benar-benar sudah pergi hanya ketika anda merasa bahwa memang anda tak ingin menjangkaunya.

Apa yang anda dapat dari ilustrasi tersebut? Ya, menjadi terdepan itu sulit. Itulah mengapa banyak di antara kita yang lebih memilih untuk menjadi si nomor dua, si nomor empat, atau tidak sama sekali. Lebih baik diam dibanding harus berkeringat untuk sesuatu yang belum pasti diraih. Berkompetisi adalah hal yang melelahkan. Sekarang mana yang kita pilih, menjadi salah seorang calon yang berada di urutan teratas, atau mereka yang bahkan menginjak garis start pun tak mampu.

Yang terpenting bukanlah tingkat kesulitan untuk meraihnya, melainkan proses kita dalam meraihnya. Apakah kita sudah memberikan yang maksimal? Apakah kita benar-benar ingin menjadi yang terdepan? Tanyakan itu ke diri kita masing-masing. Tanyakan apakah garis finish tadi benar-benar adalah tujuan kita atau hanya imajinasi anak kecil terhadap sesuatu yang dirasa hebat. Jika seseorang di urutan kedua atau keempat tidak membuang waktu untuk menoleh ke sampingnya atau membuang waktu memikirkan kata 'kalah', maka garis finish akan mendekat dengan sendirinya. Ketika seseorang yang memang sudah berada di posisi terdepan tidak mengizinkan lehernya untuk memalingkan kepala melihat ke belakang dan membuka pintu keraguan, maka ia akan semakin menjauh meninggalkan ketakutan dan keraguannya ke belakang.

Mereka yang pernah mejadi orang-orang besar di negerinya adalah mereka yang berani untuk menjadi nomor satu di bidangnya masing-masing. Ketika keberanian itu dibarengi dengan niat dan kerja keras maka dimana pun lintasan mereka maka kaki mereka akan dengan mudahnya diperintah untuk berlari. Para pendiri bangsa ini adalah mereka yang merasa bahwa masyarakat Indonesia adalah yang seharusnya menjadi penguasa negeri ini maka mereka berani menjadi yang terdepan dan menjadikan garis finish mereka tercapai, Indonesia merdeka.

Salah satu olahraga yang saya sukai adalah lari. Mengapa? Karena saya adalah orang yang tidak suka berada di belakang orang lain. Saat berlari seorang pelari akan berusaha menjadi yang terdepan. Bagi saya itu adalah hal paling menarik dari olahraga itu. Bagaimana kita berusaha dengan otot dan mental kita untuk menjadi yang terdepan. 

Ada saatnya kita meraih garis finish dari perjuangan kita dengan posisi terdepan, dan ada kalanya kita harus mengakhirinya dengan posisi di belakang yang lain. Ketika kita berhadapan pada kekalahan itu maka itu bukan berarti kita tidak mampu atau tak ditakdirkan menjadi nomor satu. Ketika kita telah memilih sebuah track dalam hidup kita, berarti kita yakin bahwa kita mampu untuk berdiri disana dan menghadapi semua tantangan yang akan menghampiri kita di sepanjang lintasannya. Selanjutnya adalah bagaimana kita melakukan usaha maksimal dari kita. Karena menjadi terdepan adalah baik adanya. Bagaimana menurut anda? Apakah menjadi nomor satu itu menarik bagi ada? Bagaimanapun juga ini hanya opini saya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar