Minggu, 28 Oktober 2012

Tanyakan Kepada Darah dan Tulang


Ingatkah anda ada apa dengan hari ini? Apakah anda tahu sedang terjadi apa pada tanggal ini berpuluh-puluh tahun yang lalu? Apakah anda merasa merupakan bagian dari bangsa ini? Sudahkah anda meninggikan bahasa ibu anda? Darah yang mengaliri kehidupan sampai pada tapak terakhir ini, apakah sudah membeku? Puluhan tahun lalu mereka bersumpah, dan puluhan tahun setelahnya masih ada kita, jawaban dari sumpah mereka yang disebut pemuda. Indonesia.

Kita yang dengan bangga membeli jersey sepakbola yang berlogo garuda, anda yang masih menyanyikan lagu Indonesia Raya meski hanya satu sehari di bulan Agustus, atau pun saya yang bisa dengan tegas mengatakan merah dan putih adalah lambang negara, semua adalah hasil dari sebuah langkah awal dari banyak pemuda yang memiliki inisiatif. Inisiatif itulah yang membuat Sumpah Pemuda begitu besar kaitannya dengan terciptanya kedaulatan atas Sabang sampai Merauke. Ribuan pulau menjadi satu kesatuan di bawah payung Pancasila dan UUD 1945. Sebuah sumpah yang menjadi pondasi dari tiang-tiang penopang bangsa, Sumpah Pemuda.

Mereka yang bersumpah tidak berasal hanya dari satu suku. Mereka juga tidak berdoa dengan cara yang sama. Daerah mereka dilahirkan berbeda-beda bahkan berbeda pulaunya. Raut wajah atau cara mereka berbicara pun terdiferensiasi sesuai sosialisasi yang mereka dapatkan dari lingkungannya. Unsur perbedaan, apakah mereka memperdulikannya?

Peringatan adalah hal yang biasa dari sesuatu yang bersejarah. Peringatan terhadap hari Sumpah Pemuda bisa dilakukan dengan upacara bendera. Bisa dengan menulis di kolom-kolom surat kabar, spanduk, atau televisi dengan menempelkan logo partai masing-masing. Membuat status terbaru seputar peringatan Sumpah Pemuda di social media. Atau hanya menikmati hari Minggu seperti biasa. Sesungguhnya sebuah peringatan yang kita lakukan, sekecil apa pun itu, adalah bentuk penghargaan kita dan rasa hormat. Bentuk dari rasa ingat akan sesuatu yang bersejarah, entah itu karena memang ingat atau teringat oleh orang lain terlebih dahulu. Jika yang kedua, cobalah mengingat mulai dari sekarang.

Perbedaan kita saat ini mungkin lebih beragam dibandingkan dengan mereka yang menyusun Sumpah Pemuda. Diferensiasi pekerjaan membuat masing-masing kita semakin sibuk dengan peran masing-masing di dalam masyarakat. Namun apakah benar kita mengambil peran untuk masyarakat? Ataukah kita mengambil peran untuk diri kita bisa bertahan di dalam masyarakat? Apakah upaya mempertahankan negara ini memang ada dalam diri kita? Lebih jauh lagi, apakah memang kita masih ingin negara ini ada?

Pemikiran pragmatis yang ada di setiap sudut kota dan desa menjauhkan kita dari upaya dan pandangan jauh mau dibawa kemana negara tercinta. Setiap orang terlibat perkelahian dalam di atas ring yang disebut lapangan kerja. Kemajuan teknologi semakin meninggalkan mereka yang tidak mampu untuk mengejar yang bahkan untuk mempertahankan hidup pun masih sukar. Ketika kebingungan masih melanda bagaimana cara untuk mempertahankan posisi diri dan kehidupan, bagaimana bisa kita menganggap mempertahankan persatuan bangsa adalah kewajiban kita?

Budaya demokrasi yang ada seakan-akan membawa kita semakin terlena. Demokrasi yang merupakan alat untuk membangun negara ke jalur yang benar justru membuat banyak arus yang tak sejalan. Mereka yang tak kunjung naik dari kasta terendah mendambakan kembalinya Orde Baru dalam hidup mereka. Masa yang 'enak' tiap golongan berbeda. Bagaimana dengan anda? Seberapa besar keleluasaan demokrasi yang telah anda gunakan untuk pergerakan ke arah yang lebih baik dari negara ini?

Lihatlah jauh ke depan sana. Kalau perlu mintalah mereka yang berbahu besar menggendong anda agar bisa terlihat lebih jauh jangkauan pandangan anda. Terlihatkah oleh anda di seberang sana? Sebuah bukit Asia dimana merah putih berkibar di puncaknya? Terlihatkah juga oleh anda di balik tembok beton sana, benua-benua yang tadinya berkuasa  mencoba untuk mendapatkan jabat tangan dari kita? Apakah anda melihat, atau anda tertawa?

Anda boleh saja mengkritik mereka yang duduk di kursi tertinggi saat ini. Anda boleh menertawai keadaan saat ini dimana penghargaan terhadap agama serta etnis lain masih terjadi. Anda boleh mengelus-elus dada ketika mendengar kekonyolan-kekonyolan yang dibuat oleh anak-anak bangsa. Namun daripada itu semua, anda juga bisa menghujat diri anda ketika diri anda diam saja melihat itu semua. Tertawailah diri anda ketika anda adalah satu di antaranya. Dan suruhlah orang lain mengelus-elus dadanya untuk anda karena tak ada yang bisa anda lakukan untuk berkonstribusi merubah itu semua.

Sebutlah diri anda nasionalis. Sebutlah diri anda Islamis. Tapi saya akan memberikan jabatan tangan paling erat kapada anda yang merasa optimis. Biarkanlah mereka yang suka dianggap pintar dengan cara mengkritik, kita semua lebih butuh pengubah. Sudah cukuplah jumlah pengkritik yang hanya menghujat tanpa memberikan solusi. Ketika anda hanya mengkritik, apakah itu cukup untuk membuat sebuah perubahan? Apalagi ketika anda hanya bergumam antara teman anda, apakah itu bisa terdengar dan mengusik mereka yang memiliki kekuasaan menjalankan perputaran kebijakan? Optimis hanya untuk mereka yang merasa harus ada perubahan dan yakin bahwa ada kemampuan untuk melakukan itu meski sekotor apapun lawan yang akan dihadapinya.

Jadikanlah kemuakan anda terhadap masa kini dengan sebuah aksi nyata dan penuh solusi untuk perbaikan negeri. Rasakanlah keresahan dalam diri anda, ketika anda menemukannya berarti anda merasa ada sesuatu yang seahrusnya dilakukan. Dan itu bisa dilakukan dari dalam diri sendiri terlebih dahulu.  Inisiatif apa yang bisa anda lakukan. Mungkin para pemuda hanya beride untuk berkumpul dan menghasilkan Sumpah Pemuda. Namun lihatlah hasil yang mereka dapatkan dengan melakukan itu. Jangan remehkan inisiatif dan langkah awal untuk sebuah tujuan panjang akan sebuah perubahan. Karena semua berawal dari sebuah langkah pertama yang penuh inisiatif.

Sekarang mari kita tanyakan kepada bendera yang saat ini berkibar di atas tiang, “Mengapa mereka tak lagi bergetar melihat kau, darah dan tulang, dikerek ke pucuk tiang di atas sana?” Kira-kira apa gerangan jawabannya?

Bagaimana pun juga ini hanya opini saya.

Hari ini adalah harinya kita! Selamat Hari Sumpah Pemuda! 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar