Rabu, 03 Desember 2014

RUMAH

Banyak orang memaknai kampus secara berbeda-beda. Ada yang menempatkan kampus sebagai tempat belajar, sebagai tempat menyalurkan minat dan bakat, sebagai tempat mencari teman, dan tak jarang yang mendefinisikan kampus sebagai rumah kedua. Semuanya itu pun bisa saja dirasakan semua oleh seseorang. Namun yang pasti adalah, kampus adalah salah satu tempat yang paling sering kita datangi selama kita berkuliah. Sehingga banyak sekali perjalanan dan pengalaman hidup kita dapatkan di rumah kedua itu.
Ketika kita memaknai kampus sebagai rumah kedua, maka dengan sendirinya kita ingin untuk menjaga rumah tersebut. Kita akan berusaha untuk memastikan kenyamanan itu hadir di kampus. Indikator kenyamanan itu bisa kita kembalikan lagi ke bagaimana kita melihat kampus di atas. Apakah kampus sudah memberikan kita kenyamanan untuk belajar, mengembangkan minat bakat, bergaul dengan teman-teman dan lain-lain. Menjadi persoalan ketika pihak pengelola kampus lupa hal tadi. Lupa melihat bagaimana mahasiswa memaknai rumah kedua ini. Mereka hanya bisa melihat bahwa kampus ini adalah tempat belajar. Belajar disini pun hanya terkotak dalam kardus yang bertuliskan “akademis”.


Mahasiswa dan mahasiswi punya sejuta cara untuk belajar. Mereka adalah orang-orang bebas yang memang punya caranya masing-masing untuk mencari ilmu. Nongkrong di kantin hingga larut malam, aktif organisasi hingga jarang pulang, sampai pada latihan-latihan di komunitas minat dan bakat adalah ruang-ruang belajar yang paling penting bagi mereka. Ironisnya ruang-ruang tersebut dinilai tak lebih penting dibanding kegiatan mendengar dan mengerjakan tugas di dalam kelas. Padahal pemikiran bebas yang bisa hadir dari ruang terbuka akan memberikan inspirasi yang jauh lebih besar dibandingkan dalam ruang sempit bermodalkan papan putih dengan tinta hitam.
Pemberdayaan ruang-ruang di atas lebih penting lagi di kampus yang mempelajari ilmu sosial. Kampus FISIP jelas membutuhkan ruang interaksi yang luas antar mahasiswa-mahasiswinya. Ruang ekspresi diri penting untuk dibuka. Itu semua tak lain karena laboratorium bagi mahasiswa-mahasiswi FISIP adalah manusia dan masyarakat. Lingkungan di dalam kampus adalah bagian kecil dari masyarakat yang luas. Dalam kampus sendiri telah banyak orang-orang dari berbagai latar belakang dan bercampur aduk menjadi satu membentuk panorama yang indah layaknya pelangi. Keindahan tersebut patutlah kita apresiasi dan juga kita banggakan.
Ilmu pengetahuan adalah ruang yang tanpa batas. Bahkan tidak ada benarnya ketika kita menggariskannya hanya dari jurusan-jurusan semata. Terlebih lagi dalam cabang ilmu sosial yang begitu banyak irisan yang bisa dibuat. Tak ada alasan untuk membuka ruang itu lebih besar dari yang ada sekarang. Hal ini pula yang perlu kita ingatkan kembali kepada mereka yang punya otoritas atas rumah ini. Contohkan mereka bahwa meja-meja dengan es teh manis atau kopi hitam adalah ruang paling bebas untuk bercampurnya ilmu-ilmu pengetahuan yang selama ini mengambang di udara.
Layaknya sebuah rumah, mereka yang tinggal didalamnya tanpa sadar menginginkan rasa nyaman. Nyaman untuk bisa belajar, bersenda gurau, menikmati makan siang atau pun malam, bernyanyi-nyanyi, sampai mengutarakan isi hati sampai air mata jatuh di pipi. Begitu pula di dalam rumah ada sebuah kamar untuk menjaga privasi. Tempat melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat pribadi dan tak semua orang bisa masuk ke dalamnya. Ada pula kamar mandi tempat dimana kita akan masuk untuk membersihkan diri, memberikan kesegaran pada tubuh, sehingga saat keluar bisa kembali melakukan aktivitas kembali dengan hati yang berseri-seri. Dalam rumah kita bisa bertemu ayah, ibu, kakak, dan adik. Mereka yang akan terus kita jaga, meskipun cara mengekspresikan rasa cintanya berbeda-beda.
Kita yang pulang ke rumah ingin mendapatkan apresiasi dari keluarga ketika berhasil mencapai sesuatu. Rasa gembira akan begitu besar ketika seorang ayah memuji anaknya yang ikut serta dalam pertandingan olahraga antar sekolah, tanpa peduli menang atau tidak, tanpa peduli anaknya berada di bangku cadangan atau pun menjadi pemain inti. Rasa sayang dengan sendirinya akan membuahkan apresiasi dari yang bentuk terkecil sampai yang paling besar.
Sehingga mari kita bersama mengurusi rumah kita ini. Mengembalikan dan meningkatkan rasa nyaman yang mungkin entah kenapa ingin pergi. Hanya kita yang bisa menyapu sampah-sampah yang bertebaran di lantai tempat kita duduk setiap hari. Mencabut rumput-rumput liar yang tumbuh disana-sini. Mari sering-sering kita keluar dari kamar untuk bermain di ruang keluarga. Duduk bersama sambil bersenda gurau di depan layar kaca. Bermain dengan imajinasi dan mimpi, sambil tersenyum bersama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar