Jumat, 23 Desember 2011

Biar Aman Atau Takut ?

Banyak aparat telah dikerahkan. Satuan-satuan pengamanan telah dikoordinasikan. Tenda-tenda polisi telah didirikan di beberapa titik beserta petugas-petugas patroli yang siap untuk berjaga-jaga. Pengamanan diperketat disana-sini. Itu semua dikerahkan untuk mengamankan, Natal?

Banyak media yang mempublikasikan berita dikerahkannya aparat-aparat seakan-akan itu adalah hal yang besar. Hampir semua gereja-gereja, terutama yang besar, bekerja sama dengan polisi untuk membuat suatu pengamanan yang ketat di seluruh penjuru gereja. Memasuki gereja seperti memasuki suatu daerah steril. Boleh-boleh saja mengamankan saat Natal, tapi pertanyaannya adalah, setidak aman itukah Natal?

Mungkin anda senang dengan pengamanan super ketat di tempat-tempat ibadah umat kristiani tersebut. Tapi saya mencoba mengajak anda melihat dari sisi yang lain. Tidakkah penjagaan tersebut malah mencerminkan ketakutan kita serta ketidak percayaan kita terhadap kondisi masyarakat kita sendiri?

Bisa saja itu dikarenakan trauma yang mendalam terhadap perilaku terorisme yang menyerang gereja-gereja pada waktu-waktu yang lalu. Namun, mau sampai kapan kita berada pada kekangan itu? Suka cita yang ingin dirasakan saat Natal seperti dicampur dengan perasaan berhati-hati dan waspada. Pandangan negatif yang telah tertanam terhadap unsur luar terus-menerus ada dan tak tergerus setiap tahunnya. Dan pengamanan itu terus saja dilakukan.

Sesungguhnya ini perlu kita sikapi bersama-sama. Apakah kita tidak mau keluar dari rasa tidak percaya dan takut ini? Ataukah kita mau keluar dan dengan berani percaya pada saudara-saudara sebangsa kita yang lain bahwa bisa menciptakan rasa aman kepada kita. 

Media juga menurut saya cukup berlebihan saat memberitakan masalah pengamanan Natal. Itu bukanlah hal yang harus diberitakan seolah itu adalah hal besar. Yah, mungkin juga itu adalah salah satu bahan yang bisa dijadikan berita oleh mereka, namun tetap saja menurut saya itu tidak perlu.

Cara melawan yang paling baik adalah menyerang. Tapi seranglah dengan rasa tidak takut. Kalau kita terus-menerus takut maka kita akan terus dirundung rasa was-was serta takut itu sendiri. Mereka yang memang berusaha untuk memprovokasi juga akan tenang karena melihat kita yang masih rapuh. Rasa tidak percaya kita akan semakin membuat mereka kuat. Tunjukkan bahwa kita tidak takut terhadap hal-hal provokatif maupun serangan-serangan lainnya. Ini bukan saja untuk umat kristiani, namun untuk seluruh masyarakat. Tunjukan bahwa kita memang telah menghargai keberagaman di antara kita.

Walaupun begitu semua ini membutuhkan proses. Butuh waktu. Dan juga butuh keberanian dari semua pihak. Ini adalah suatu kondisi yang tidak boleh selamanya seperti ini. Harus ada perubahan. Tapi kalau anda senang-senang saja dan menganggap itu sah-sah saja ya terserah anda, karena bagaimanapun juga ini hanya opini saya.

Selamat Natal 2011 bagi anda yang merayakan.

Penulis

1 komentar:

  1. pengalaman buruk di masa lalu tentu tidak bisa hilang dan lenyap begitu saja. dan pengalaman - pengalaman tersebut lama kelamaan tertanam dan menjadi cara pandang yang umum. umat kristiani sebagai minoritas, pernah mengalami berbagai masa pahit dan kelam, baik di masa orde baru hingga pada saat terorisme merajalela di negeri ini. tidak dapat dipungkiri bahwa kaum ini lama - kelamaan seakan takut dan menutup diri terhadap dunia luar. bagi beberapa pihak mungkin terlihat sombong, tetapi bagi yang mengetahui latar belakangnya, pasti akan memahami dan prihatin.

    masyarakat yang ada saat ini adalah masyarakat yang masih mengalami keseluruhan ataupun sebagian dari masa kelam tersebut, korban secara langsung. untuk bisa merubah cara pandang, menurut saya akan terjadi dengan lancar di generasi selanjutnya, dimana masa kelam hanyalah cerita dari mulut ke mulut, bukan pengalaman langsung dan trauma pribadi.

    hal ini tentu juga akan semakin lancar apabila didukung dengan pandangan kaum mayoritas yang lebih menghargai kaum minoritas dan keberagamannya. semoga saja pikiran kita semakin terbuka dan memahami bahwa minoritas itu harus dirangkul dan bukan disingkirkan.

    BalasHapus