Kamis, 06 Oktober 2011

Puasnya Jadi Senior

Saat di bangku sekolah banyak dari kita yang menantikan menjadi murid kelas atas. Waktu SD kita ingin menjadi anak kelas 6. Di SMP kita ingin cepat-cepat menjadi kelas 9. Dan waktu masuk SMA kita begitu ingin dan menunggu-nunggu untuk naik menjadi siswa kelas 12. Apa yang menjadi alasan? Bukankah kelas-kelas atas itu malah memiliki tanggungjawab yang lebih besar dibanding kelas di bawah? Apa yang menjadi faktor menyenangkan menjadi seseorang yang ada di kelas yang lebih tinggi? Jawabannya adalah kepuasan menjadi seorang senior.

Saat baru masuk atau masih kelas bawah kita seperti orang baru dalam rimba yang baru. Kita memasuki area yang tidak kita kenal dengan baik. Dan yang telah lebih lama dibanding kita tentunya lebih mengenal, merekalah senior. Seorang senior tentu tahu lebih banyak dibanding juniornya. Dan rasa lebih tahu itulah yang biasanya menjadi kepuasan tersendiri bagi kita. Bukankah begitu? Saat sudah menjadi senior kita tidak lagi menjadi pihak yang bertanya, melainkan pihak yang ditanya. Terkadang para junior akan memanggil kita dengan sebutan 'Kak'. Panggilan seperti itu sebagai penanda adanya kelas yang tak terlihat.

Kalau dalam lingkungan sekolah begitu terlihat dominasi dari seorang senior. Apalagi ditambah dengan negara kita yang memiliki acara MOS atau ospek yang dilakukan sampai tingkat universitas. Acara yang kadang disebut perkenalan itu menjadi suatu momok pola pikir untuk pemisah antara junior dan senior. Yang senior yang dihormati. Seorang kakak kelas akan mengajari adik-adik kelasnya tata cara atau pun lingkungan sekolah. Pengetahuan yang lebih banyak di lingkungan tersebut menjadi alat untuk bertindak sebagai senior. Dan tak jarang dijadikan untuk mengintimidasi juniornya.

Senior-junior berlangsung sampai jenjang kerja. Karyawan yang telah lama akan dipanggil senior dan yang baru akan disebut anak baru atau pun junior. Di lingkungan kerja memang tak ada kelas-kelas seperti di sekolah yang menjadi penunjuk perbedaan tingkatan. Dalam lingkungan kerja, meskipun berada dalam level yang sama, intimidasi senior tetap saja ada. Kadang kala seorang senior tak segan-segan memarahi juniornya kalau ada kekeliruan meskipun ia tak lebih tinggi pangkatnya dibanding juniornya. Namun rasa lebih lama bekerja menjadi pegangan senior. Perilaku memarahi itu sebenarnya boleh-boleh saja, tapi apakah harus sampai demikian kalau dengan orang baru? Para junior tentu akan melakukan kesalahan-kesalahan awal dalam bekerja karena mereka belum begitu mengerti bagaimana cara atau pun prosedurnya. Namun para senior kadang kala tetap saja memarahi mereka, mungkin juga menjadi kepuasan tersendiri untuk memarahi junior seperti itu. Maka itu banyak orang mungkin bilang 'Kalo kerja dimarahi itu mah biasa'. 

Itulah perilaku masyarakat kita di Indonesia. Posisi senior dan junior begitu terlihat dan diakui. Anak baru dan anak lama, tren ini akan berlangsung terus. Menurut saya seorang senior bukanlah bertugas untuk memarahi juniornya kalau ada kesalahan. Melainkan membimbing anak baru tersebut agar dengan cepat mengetahui tata cara atau pun sistem di tempat barunya. Kalau yang memarahi manager atau pangkat yang lebih tinggi itu lumrah-lumrah saja bukan? Menjadi seorang senior merupakan tanggungjawab untuk membimbing adik-adiknya. Kurangilah intimidasi kepada anak baru, ini untuk memberi kenyamanan pada mereka untuk melakukan aktivitasnya. Bimbinglah mereka dengan cara yang lebih halus. Itupun kalau anda mau, karena bagaimanapun juga ini hanya opini saya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar