Kamis, 24 November 2011

Calo Pahlawanku

Di posting kali ini saya ingin menceritakan pengalaman saya menonton pertandingan final Sea Games hari Senin kemarin. Final yang saya tonton adalah final untuk cabang sepakbola. Ya, saya ingin menyaksikan secara langsung permainan Egi dan kawan-kawan di Gelora Bung Karno. 

Saya mengajak salah satu teman saya yang bernama Daniel untuk bersama-sama menonton secara langsung. Kami memesan tiket dari teman kami agar lebih mudah dalam pembeliannya. Teman yang kami titipkan itu ternyata menitipkan lagi tiket itu kepada seseorang yang tidak saya kenal. Kami memesan tiket ke teman kami itu pada hari Minggu. Karena sudah memesan maka kami dengan tenang bersiap untuk menonton pertandingan final esok harinya.

Pertandingan itu dilangsungkan hari biasa dan tentu saja hari kerja. Saya sebagai pekerja yang tidak baik tidak mungkin bolos kerja. Dan sayapun adalah suporter yang baik sehingga tidak mungkin bolos nonton pertandingan Indonesia. Dengan perkiraan hiruk pikuk di dalam stadion juga kemacetan di jalan raya sekitar senayan maka saya keluar dari kantor lebih cepat dari biasanya. Bisa dikatakan sedikit berbau kabur. Tentu saja hal ini jangan dicontoh. Dicontoh boleh saja, asal jangan lapor ke atasan saya. Saya serius.

Saat saya sudah berhasil kabur dari kantor, berita buruk datang. Ternyata teman yang dimintai tolong oleh kami tidak berhasil mendapatkan tiket untuk kami. Tapi yang membuat kesal adalah dia tidak membertahu saya lebih dahulu dan harus saya yang menanyakannya kepadanya. Dan yang lebih membuat kesal adalah dia ternyata mendapatkan tiket. Harap perilaku teman saya ini jangan anda tiru karena tidak bertanggungjawab. Yang ini sungguh jangan dicontoh.

Saya dan teman saya sempat putus asa tidak bisa menonton pertandingan. Namun kami berubah pikiran dan nekat pergi ke GBK. Kami ternyata masih punya harapan untuk bisa menonton pertandingan itu, calo. Ya, calo adalah tempat kami menggantungkan harapan untuk bisa melihat Okto bermain di lapangan itu. Dengan semangat yang tiba-tiba timbul kami berlari ke arah Senayan setelah sebelumnya kami berkumpul di Semanggi. Berlari? Ya, kami sungguh berlari ke arah Senayan. Dikarenakan waktu yang tinggal sebentar dan kami ketakutan tidak dapat tiket dan terlambat menyaksikan pertandingan.

Sesampainya di GBK saya dan teman saya itu langsung meneliti sekitar kami. Kami mencari calo. Saya menyuruh teman saya untuk memasanag muka orang yang mencari tiket. Kami mendeskripsikan jenis muka itu sesuai persepsi kami masing-masing.

Kami berjalan dan tidak kami temukan sama sekali tanda-tanda adanya calo yang ingin menawarkan tiket. Jika biasanya mereka banyak tapi dihindari, sekarang saat dicari mereka tidak muncul sama sekali. Waktu mulai pertandingan sudah semakin dekat, dan kami belum juga bertemu si calo. Tiba-tiba saat kami sedang dalam keadaan putus asa di depan kami ada seorang bapak-bapak yang memegang telpon genggam berbicara seperti ini, "Kategori satu." Dia berbicara tanpa menengok kepada kami tapi kami tahu bahwa dia sedang berbicara kepada kami.

Saya langsung mengiyakan tawaran orang itu, dan kamipun akhirnya mendapatkan tiket kami. Ya harganya memang membuat kesal dan emosi. Lebih dari dua kali lipat harga asli! Saya dan teman saya sudah malas untuk menawar. Kami diajak ke pinggir untuk melakukan transaksi. Bapak itu cepat-cepat dengan alasan  takut ketahuan petugas. Setelah mendapatkan tiket itu kami langsung menuju gerbang masuk stadion.

Saat mengantre saya mencoba-coba melihat tiket orang lain yang dipegang masing-masing oleh orang yang ingin masuk. Ternyata ada perbedaan dengan tiket yang kami dapat dari calo itu. Tiket orang-orang memiliki dua sisi yang bisa dirobek, sedangkan kami hanya satu bagian. Saya panik, teman saya juga. Kami mulai menyimpulkan bahwa kami ditipu dengan tiket palsu. Kami keluar dari barisan dan mulai kebingungan. Teman saya menjadi putus asa dan mengajak saya untuk keluar dan menonton dari layar kaca saja. Tapi saya tidak mau. Saya merasa perjuangan untuk menonton Indonesia ini sudah kepalang tanggung. Akhirnya saya mendorong teman saya untuk nekat masuk barisan dan sukur-sukur kami bisa masuk stadion.

Antrian di gerbang sangat kacau balau. Semua orang berdesak-desakan. Pintu masuk hanya dibuka sangat kecil oleh petugas dan sering kali ditutup sementara. Saya tidak tahu alasannya kenapa. Yang pasti karena itu kami semua tersiksa dengan desak-desakan. Tak sedikit diantara kami adalah wanita, juga anak-anak. Bahkan di sebelah saya ada anak kecil yang wajahnya sudah mulai pucat karena tergencet. Saya menyuruh laki-laki yang bersamanya agar anak itu digendong saja, kasihan dia.

Emosi para suporter yang mengantre sangat meluap-luap karena gerbang yang tak kunjung dibuka. Mereka berteriak-teriak sambil mengangkat tangan mereka yang menggenggam tiket, "Woi! Buka pintunya!! KAmi punya tiket!! Woi buka!!" Teriakan-teriakan itu berlangsung bersamaan dengan dorong-dorongan selama hampir 30 menit lebih. Saya meras itu adalah suatu perjuangan para suporter yang begitu ingin menonton Indonesia.

Perlahan kami satu-persatu mulai masuk. Saya dan teman saya akhirnya masuk stadion. Kami berlari menuju tempat duduk. Rasa puas di dada saat akhirnya berhasil melihat lapangan hijau sepakbola di depan mata. Kami mencari tempat duduk. Saat sudah menempati tempat duduk kami berdua berteriak bersama seperti orang yang baru saja berhasil meraih juara. Kami berhasil menonton langsung!

Pertandingan itu memang dimenangkan Malaysia. Ada kekecewaan karena kekalahan itu. Tapi tetap saja puas karena berhasil menonton langsung partai final. Sebelumnya saya hanya pernah menonton langsung di stadion untuk pertandingan penyisihan-penyisihan atau pertandingan persahabatan. Untuk final baru kali ini. Sehingga saya sangat gembira dan puas. Mendukung dan menyaksikan negara berjuang di lapangan membuat saya berdebar-debar. Menurut saya itu adalah salah satu bentuk bela negara yang bisa saya lakukan saat ini, mendukung Indonesia!

Euforia itu telah berakhir. Meski cabang sepakbola hanya mendapat perak, tapi kita juara umum! Apresiasi setinggi-tingginya patut kita berikan kepada para atlet. Namun keprihatinan kepada para korban yang tewas saat ingin menonton pertandingan sepakbola juga patut menjadi perhatian kita.Sikap dan perilaku suporter harus lebih dibina. Jangan sampai mereka yang ingin mendukung malah harus mempertaruhkan nyawa mereka. Indonesia beruntung memiliki para pendukung yang tetap setia menyorakkan 'Indonesia!' setiap saat. Bagaimanapun juga ini hanya opini saya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar