Rabu, 30 November 2011

Seksualitas Merah Putih

Bertepatan dengan hari pertama di bulan Desember ini, kita memperingati hari AIDS sedunia. Banyak dari antara kita menyatakan dukungan anti AIDS di hari ini melalui tulisan-tulisan di twitter atau facebook. Ataupun banyak juga yang memakai pita merah serta memasang logo anti HIV/AIDS. Posting saya kali ini tidak akan membahas mengenai seluk beluk penyakitnya karena saya bukan ahlinya, namun ingin melihat bagaimana  seksualitas di negara kita.

Apakah anda pernah mendapatkan sex education? Jika pernah, kapan anda mendapatkannya? Saat SMP? SMA? Universitas? Atau di luar itu? Beruntunglah anda jika anda pernah mendapatkannya. Karena di luar sana banyak saudara-saudara kita yang tidak berkesempatan mendapat ilmu tentang hal itu dengan benar. Kenapa dengan benar? Karena begitu banyak pencarian ilmu tentang hal itu yang salah.

"Ngapain ngajarin anak tentang seks? Toh nanti mereka akan belajar dan mengerti sendiri!" Ungkapan seperti ini tidak sedikit dikeluarkan oleh para orangtua. Saya pribadi miris jika mendengarnya. Ini bukan masalah mengerti dengan sendirinya, tapi masalah mengerti akan yang mana yang benar dan mana yang tidak benar. Banyak orang menganggap hal yang berkaitan dengan seks itu tabu, padahal menurut saya tidak sama sekali.

Kenapa seks itu harus dikaitkan dengan hal yang tabu? Bagi saya seks adalah hal yang manusiawi. Bisa dikatakan seks adalah naluri manusiawi kita sebagai makhluk hidup. Semua orang merasakannya. Masalahnya disini adalah apakah kita cukup dewasa untuk mengerti dan memahaminya. Dan disitulah letak edukasi diperlukan. Jangan sampai kita tak ada bedanya dengan seksualitas binatang.

Sangat disayangi banyak anak-anak di masyarakat kita harus mengenal hal-hal yang berkaitan dengan seks dari segi yang kasarnya. Saya cukup prihatin dengan hal itu. Pendidikan yang rendah semakin membuat mereka tidak bisa berpikir yang lebih baik. Tidak ada pendewasaan dalam hal ini.  Semakin dini diajarkan, maka pendewasaan masyarakat akan semakin cepat bisa terjadi.

Salah satu hal yang saya maksud hal yang kasar di atas adalah mengenai umpatan. Ya, manusia sangat suka mengeluarkan umpatan dengan memakai aktivitas seks yang anda sudah tahu disebut seperti apa. Anak-anak justru mengenal hal-hal demikian dari orang dewasa yang secara tidak langsung mencontohkan. Jujur saja, saya lebih tersinggung diumpat dengan kata-kata binatang dibanding dengan kata aktivitas seks itu. Kalau binatang berarti saya diumpamakan sebagai binatang tersebut, tapi kalau yang aktivitas seks itu? Saya tidak tahu di sisi mananya yang berbau menghina saya. Karena itu saya sampai sekarang tidak nyaman menggunakan aktivitas seks itu sebagai umpatan dan lebih menyukai binatang.

Internet tidak perlu disangkal sangat membantu untuk mendapatkan hal-hal seperti ini di jaman kita sekarang. berbeda dengan mereka dari generasi yang lebih tua, mereka lebih kesulitan mendapatkan hal-hal tentang ini, khususnya pornografi. pemerintah ingin menghapus situs-situs semacam itu? Tidak mungkin.

Seorang anak yang tidak pernah mendapatkan edukasi seks sangat mudah termakan pikirannya untuk hal ini. Pikiran polos mereka bertemu video pornografi, apakah seperti itu cara mereka untuk mengetahui tentang seks? Saya rasa tidak. Kita sudah tidak bisa menghalau hal-hal berbau pornografi. Yang bisa kita lakukan adalah mendewasakan diri agar tidak terjerumus terhadap hal yang salah. Tanpa perlu munafik, saya juga pernah membuka situs semacam ini.

Yang mau saya katakan adalah berikanlah adik-adik kita tameng terhadap hal-hal semacam ini dengan informasi dan pembelajaran dini tentang seks sebelum mereka bertemu dengan hal-hal pornografi. Tameng untuk apa? Agar saat mereka menemui hal-hal semacam ini pikiran mereka tidak langsung termakan dan bisa lebih dewasa bersikap.

Di luar sana tidak sedikit pula pernikahan dijadikan hanya semacam cara untuk bisa memuaskan kebutuhan seks. Memang betul salah satu tujuan pernikahan adalah membuat keturunan, namun apakah sesempit itu? 'Gak perlulah pacaran-pacaran, langsung kawin aja!' Ungkapan seperti ini begitu banyak di luar sana. Karena itu pula mungkin nikah-cerai dengan mudahnya dilakukan. Pernikahan tidak didasarkan pada rasa cinta, namun hasrat seks. 

Kadang saya merasa negara ini sungguh munafik terhadap hal seksualitas. Di luar sana begitu banyak PSK yang siap bekerja di setiap malam. Kalau merasa hal semacam itu dikatakan tabu untuk budaya kita yang dikatakan sebagai orang Timur ini, kenapa tidak ada kemauan untuk diberantas? Beberapa negara tetangga sudah membuat wanita penghibur sebagai sebuah profesi yang diakui atau bisa dibilang dihalalkan. Itu karena mereka sadar akan kabutuhan itu di masyarakat mereka. Kalau di negara kita, hal semacam itu kita tahu ada tapi dicoba ditutup-tutupi.

Kenapa pula film-film berbau pornoaksi dibiarkan saja beredar di Indonesia? Kalau mau mengharamkan hal semacam itu jangan tanggung-tanggung, nantinya malah menunjukan kemunafikan kita sendiri. Bagaimana generasi setelah ini bisa berkembang jika yang tua saja tidak bisa memberikan edukasi yang baik bagi mereka. 

Orangtua memegang peranan penting untuk mengontrol anak mereka. Jangan biarkan anak-anak mencari informasi sendiri yang cenderung ke arah yang salah. Sebagai orang terdekat, seharusnya keluarga menjadi tempat pembelajaran yang baik agar tidak terpengaruh efek negatif di luar sana.

Saya merasa beruntung mendapat edukasi seks saat SMP. Dan saya merasa semakin dini diberikan edukasi maka semakin cepat kedewasaan itu tercipta. Tindakan asusila bisa menjadi akibat dari pendidikan seks yang kurang dini. Rasa ingin tahu disalurkan dengan tindakan yang salah.

Berbicara tentang seks akan selalu mengundang kontroversi dan perdebatan. Selalu ada yang menganggap itu benar dan di kelompok lain menganggap itu salah. Namun yang saya tahu pasti, seks adalah karunia dari Tuhan bagi kita makhluk ciptaannya. 

Pesan terakhir saya, jauhilah narkoba dekatilah kondom. Perangilah virusnya, namun suportlah penderitanya. Yang kita perangi adalah AIDS, bukan penderita AIDS. Saya yakin ada diantara anda yang berpendapat berbeda dengan tulisan saya. Tak apa, karena bagaimanapun juga ini hanya opini saya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar