Selasa, 08 November 2011

Bhagavad Gita

*tulisan saya di bawah ini saya jadikan narasi sebuah film untuk lomba film di SMA bersama teman-teman saya.

"Kami poetera dan poeteri Indonesia, mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia"

Bahasa, sesuatu yang memenuhi kehidupan umat manusia. Sebuah alat bagi kita semua berkomunikasi satu sama lain, menyampaikan dan menerima pesan lewat bahasa. Begitu banyak bahasa di bumi ini yang tersebar di seluruh penjuru dunia.

Di Indonesia ini kita tentu saja memakai bahasa Indonesia, bahasa yang telah menjadi pemersatu bangsa kita sejak jaman Sumpah Pemuda. Bahasa Indonesia yang kita ketahui dari dulu telah mengalami banyak perubahan baik kecil maupun besar. Bentuk ejaan yang telah banyak berubah dibanding orde lama sampai dengan sekarang sampai dengan kata-kata serapan yang telah banyak memasuki ranah bahasa Indonesia.

Penyampaian bahasa perlu kita cermati. Dewasa ini begitu banyak cara penyampaian bahasa yang melenceng dari jalurnya. Tak ada lagi penggunaan EYD yang diterapkan dengan benar. Yang terpenting saat ini adalah yang mendapat pesan mengerti apa maksud dari pesan tersebut, tak perlu repot-repot menggunakan bahasa yang baik dan benar. MInimalistis dan efektifitas waktu penyampaian pesan menjadi sangat terasa.

Seseorang yang menggunakan bahasa yang baik dan benar dianggap kaku dan tak enak didengar bagi kalangan muda saat ini. Kata-kata baru diciptakan oleh generasi muda saat ini, dan beberapa diantaranya menjadi trademark di kalangan muda. Tak mengerti bahasa tersebut bisa saja orang itu dicap aneh dan tidak gaul. Jadi bisa saja jika kamus besar bahasa Indonesia ingin menyerap itu semua, ketebalan buku kamus itu bisa bertambah. Baik itu halamannya, maupun keanehan bahasa di dalamnya.

Bahasa Indonesia berbeda dengan bahasa daerah yang ada di Indonesia itu semua. Masing-masing daerah memiliki bahasa ibu mereka sendiri. Namun bahasa daerah itu bisa saja digunakan dalam percakapan dalam bahasa Indonesia. Coba saja kita tengok panggilan yang digunakan orang Betawi, Gua dan Elu. Dalam bahasa Indonesia sekarang ini, saya dan anda telah digeser kedudukannya oleh Gua dan Elu. Yang menggunakannya dalam percakapan bukan saja orang Betawi, namun semua etnis yang ada. Sudah tak ada lagi dinding yang memisahkan bahasa satu daerah denagn daerah yang lain.

SPOK, itulah yang diajarkan kepada kita dalam ilmu bahasa sejak kita duduk dibangku sekolah dasar. Itu digunakan khususnya dalam bahasa tulis. Namun dalam bahasa lisan, tak ada gunanya. Seseorang dengan mudahnya mengubah-ngubah itu semua, dan mengacaukan penyampaian yang baik dan benar. Begitu juga dengan penggunaan kata-kata yang banyak diantaranya sudah tidak jelas jenis katanya. Kata benda bisa jadi kata sifat, kata sifat bisa jadi keterangan atau apapun itu. Semua dengan seenaknya menggunakan kata yang mereka sukai dalam pembicaraan.

Saat ini mungkin para hewan sangat bangga karena mereka sering kali disebut-sebut dalam percakapan umat manusia. Anjing menjadi salah satu yang paling populer diikuti oleh babi diurutan kedua dan binatang-binatang lainnya menyusul di belakang. Sayangnya nama-nama mereka dipakai untuk mencela seseorang dan cenderung untuk bahasa-bahasa kasar. Selain binatang, organ-organ tubuh sensitif manusiapun turut serta dalam percakapan saat ini. Jadilah bahasa Indonesia saat ini begitu bervariasi dan hancurlah tatakrama.

Siapa yang harus disalahkan? Tak ada yang bisa menjawab, karena semua dari kita termasuk di dalam kasus-kasus tersebut. Bagaimana cara merubah itu? Tidak ada yang tahu. Semua ini akan terus berlanjut dan berkembang. Seidaknya dalam dunia kerja dan pendidikan masih ada saat-saat penggunaan bahasa yang baik dan benar. Setidaknya masih ada lahan bagi bahasa baik dan benar untuk terus eksis, sehingga manusia setidaknya masih tahu apa yang disebut dengan bahasa yang baik dan benar.

Bagaimanapun juga ini hanya opini saya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar