Rabu, 21 September 2011

Mental Keras Salah Siapa

"Jika kami bersama nyalakan tanda bahaya.....
....Kita muda dan berbahaya" 
SUPERMAN IS DEAD

Belakangan ini berita mengenai kekerasan di kalangan pelajar kembali mencuat karena kasus oleh salah satu SMA Negeri. Kita patut prihatin atas apa yang terjadi pada generasi muda yang ada di tengah-tengah kita saat ini. Kasus yang diekspose oleh media hanyalah salah satu dari banyak lagi perilaku menyimpang yang dilakukan oleh generasi muda kita. Apa yang salah? Pendidikannya kah? Mental mereka kah? Atau apa? Siapa yang harus disalahkan atas perilaku mereka?

Kalau bicara pendidikan, saya percaya para pemuda pelaku kekerasan tersebut juga berpendidikan. Tentu saja, karena mereka adalah murid SMA yang pasti mendapat pengajaran formal di sekolah. Namun perilaku mereka tak mencerminkan diri seorang yang terpelajar. Apakah sekolah tidak bisa memproteksi anak asuhnya agar bertindak sesuai norma di masyarakat? Kekerasan jelas merupakan pelanggaran dan bisa masuk kepada ranah kriminal. Namun kalau kita cermati, lingkungan yang ada di sekolah kerap kali menunjang perilaku anak-anak tersebut.

Budaya MOS yang ada di Indonesia menurut saya juga menjadi salah satu budaya yang mengajarkan pembangunan diri yang keras kepada siswa-siswi di sekolah. Jika seorang anak mendapat perlakuan kasar dari kakak kelas saat MOS, maka ia akan melakukan itu pula ke adik kelasnya, dan begitu seterusnya. Ini akan menjadi trend yang buruk. MOS yang berlatarbelakang untuk memperkenalkan kehidupan sekolah kepada siswa baru malah menanamkan bibit mental yang buruk. Bullying menjadi kata yang pas untuk mendeskripsikan perilaku ini. Mental yang telah terbentuk untuk menindas maka akan mengembangkan jiwa yang keras kepada individu jika apa yang diserap oleh individu itu salah dalam kegiatan seperti MOS. Walaupun untuk MOS kecil pengaruhnya untuk perilaku kekerasan, namun bisa menunjang untuk mental yang buruk yakni suka menindas. Sekolah-sekolah juga perlu memperhatikan pembangunan mental anak didiknya karena itu juga merupakan tugas pendidik. Jangan sampai sekolah tidak memberikan efek apapun juga untuk perubahan perilaku seorang anak.

Lingkungan hidup atau tempat tinggal yang memang keras juga bisa menjadi penyebab mental yang buruk di kalangan pemuda. Jika seorang anak telah terbiasa mendapat didikan yang keras dari orangtuanya atau bahkan menjurus ke kekerasan, jangan salahkan anak tersebut jika ia menjadi suka berkelahi di luar rumah. Dengan semakin sering seorang individu mendapat perlakuan kasar maka bisa jadi ia akan menjadi individu yang kasar pula, walaupun hasil yang berbeda juga ada seperti individu yang justru berperilaku lebih baik jika dididik dengan keras. Rasa frustasi seorang anak atas hidupnya bisa ia keluarkan jika ada kesempatan untuk melakukannya, seperti tawuran dan lain-lain. 

Jumlah anak yang memiliki mental semacam ini tidaklah sedikit dan tersebar diantara kita. Dalam kasta sosialpun mereka kadangkala disingkirkan dan ditempatkan pada kasta yang bawah. Ini disebabkan perilaku mereka yang tidak bisa diterima oleh masyarakat. Dengan perlakuan seperti itupun maka perilaku mereka bisa saja menjadi semakin menjadi-jadi lagi dari sebelumnya. Mereka juga tidak masalah dengan penempatan sosial seperti itu dan terus saja melakukan aksi mereka jika ada kesempatan. Dengan kelompoknya maka mereka kuat. Pemuda-pemuda seperti ini biasanya akan selalu bersama kelompoknya. Kecil kemungkinan mereka melakukan ulah secara individu. Mereka akan berani jika bersama kelompoknya, dan itu akan menjadi gaya hidup mereka.Generasi pemuda semacam ini mudah sekali terpancing emosi. Hanya butuh sedikit saja gesekan maka akan timbul kericuhan. Pengendalian emosi sangatlah buruk. Mudah terprovokasi, bahkan untuk hal-hal yang kecil sekalipun.

Label yang diberikan di masyarakat bisa juga menjadi faktor penting. Kita boleh saja memberikan label alay pada suatu kelompok tertentu. Tapi tahukah anda bahwa itu berarti juga anda telah menyingkirkan mereka menjadi orang-orang yang terpinggirkan? Dengan melihat mereka sebelah mata berarti anda juga telah meremehkan mereka. Dan itu juga berarti anda telah menunjang mental mereka yang tidak menyukai anda-anda yang dianggap berada diatas mereka. Apa salah mereka sampai harus dipandang sebelah mata?

Yang mereka perlukan adalah pendidikan yang benar untuk membangun mental mereka kearah yang benar. Kita sebagai generasi muda itu ada untuk membangun Indonesia, bukan untuk saling berkelahi satu sama lain ataupun memandang remeh satu dengan yang lain. Semua orang punya lingkungan hidupnya masing-masing, dan yang diperlukan adalah rasa peduli satu sama lain. Dan anda harus ingat bahwa di negara kita para pemuda yang terjabarkan diatas ini memiliki jumlah yang sangat besar dan mereka juga bagian dari kita semua. Pemerintah dan aparat harus serius menyikapi hal ini agar kasus-kasus seperti ini tidaklah terulang lagi atau minimal berkurang. Anda bisa saja memiliki penilaian yang berbeda, bagaimanapun juga ini hanya opini saya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar